Adapun untuk pendapatan lain, ungkap Amin, dapat dihasilkan dari sejumlah sumber.
Seperti bagi hasil dari sektor sumber daya mineral maupun non mineral yang selama ini bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam.
"Kita ketahui belum maksimal memberikan pendapatan bagi APBN," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga dinilai dapat menggenjot pendapatan dari deviden BUMN.
Baca juga: Menkeu Diminta Cari Pajak di Produk Lain Selain Sembako, Masih Banyak Belum Dipajaki
Penjelasan Sri Mulyani
Sementara itu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan, pihaknya tak akan memungut PPN bagi sembako murah.
Namun, yang terkena PPN ialah sembako dengan harga yang tinggi.
"Poinnya adalah, kita tidak memungut PPN sembako. Kita tidak memungut. Dan apakah di dalam RUU KUP nanti akan ada (PPN sembako)? Untuk yang itu tidak dipungut. Itu saja, clear," kata Sri dalam rapat kerja Komisi XI bersama Menkeu, Senin (14/6/2021), dikutip dari Kompas TV.
Sri juga menjelaskan barang kategori sembako dapat pula diklasifikasikan ke barang-barang yang premium.
Baca juga: Sri Mulyani: Pajak yang Anda Bayarkan Kembali untuk Rakyat Indonesia
Ia mencontohkan barang premium seperti beras basmati dan shirataki hingga daging wagyu.
"Beras yang sekarang ini seperti shirataki atau basmati. Jadi kalau dilihat harganya, Rp 10.000 per kilogram sampai Rp 200.000 per kilogram."
"Nah, ini kan bisa mengklaim sama-sama sembako," jelasnya.
Sementara, Sri memastikan untuk beras produk petani bangsa seperti Rojolele, Pandan Wangi, tidak akan dikenakan pajak.
Ia menerangkan, untuk sembako murah tersebut akan disiapkan fasilitas pembebasan atau ditanggung pemerintah.
"Kalau dia menjadi objek memang dia berarti bisa dipajaki. Tapi kan bisa dibebaskan pajaknya, DTP, bisa tarifnya 0, kan begitu. Versus yang tarifnya lebih tinggi. Makanya itu yang bisa kita sampaikan di dalam PPN bisa multitarif," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)