Di antara para penerima ini, ucap Airlangga, ada difabel, purna Pekerja Migran Indonesia, lulusan SD, pencari kerja, korban PHK, karyawan, hingga wirausaha.
"Pendek kata: semua. Inklusif. Karena memang sejatinya Prakerja terbuka bagi semua orang. Karena kita semua, harus beradaptasi dengan dunia kerja yang terus berubah," tutur Airlangga.
Airlangga berpesan kepada para mahasiswa, bahwa jalan digital end-to-end ditempuh agar bisa membantu masyarakat dalam skala lebih luas, lebih cepat, lebih akurat, dengan transparansi yang maksimal.
Menurut Airlangga, beragam pelatihan dapat disediakan dalam waktu singkat berkat kolaborasi dengan swasta. Saat ini dalam ekosistem Prakerja terdapat 179 lembaga pelatihan yang menawarkan lebih dari 1.591 jenis pelatihan.
"Ribuan pelatihan ini dijual di 7 platform digital. Kenapa platform digital? Agar antar pelatihan mudah diperbandingkan: silabus, pengajar, harga, rating, semua ada. Perusahaan platform digital ini mengeluarkan biaya-biaya: akuisisi pelatihan, customer service, IT, dan pajak," katanya.
Untuk melihat apakah tujuan Prakerja tercapai, evaluasi telah dilakukan. Terakhir, ucap Airlangga, survei Angkatan Kerja Nasional BPS pada Februari 2021 menunjukkan 90,97% penerima Kartu Prakerja mengatakan keterampilan kerja mereka meningkat setelah mengambil pelatihan.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan survey TNP2K, Cyrus Network, maupun survey dari PMO sendiri. Manajemen Pelaksana saat ini juga sedang menjalin kerjasama dengan 4 lembaga penelitian untuk mengukur dampak dari Program Kartu Prakerja.