News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Waspadai Modus Baru Pinjol Ilegal, Tiba-tiba Dapat Transferan Dana Tapi Pengirimnya Tak Jelas

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengatakan saat ini ada pinjaman online (pinjol) ilegal dengan modus baru. 

Modus baru tersebut adalah langsung mentransfer dana ke rekening nasabah di bank dan nasabah bersangkutan tidak mengetahui siapa pengirimnya. 

Dengan kata lain, pinjaman yang diberikan oleh pinjol ilegal tersebut tanpa ada pengajuan dari nasabah. 

"Sekarang ada modus, masyarakat tiba-tiba dapat transfer dana dan tidak diketahui pengirimnya. Ini kemungkinan mereka pernah mengakses, atau tidak sengaja mengakses," kata Tongam, dalam diskusi daring ILUNI UI bertajuk 'Waspada Jebakan Pinjaman Online Ilegal', Rabu (30/6/2021).

Terkini, SWI disebut Tongam telah mendalami modus baru dari pinjol ilegal tersebut. 

Baca juga: Klaim Dapat Lampu Hijau dari SWI, PT Future View Tech Segera Rilis Vtube 3.0

Tongam sendiri mengakui masih menjadi pertanyaan dari mana pinjol ilegal tersebut bisa mengetahui rekening nasabah untuk melakukan transfer dana.

Baca juga: Pinjol yang Tawarkan Pinjaman via SMS atau WA Itu Ilegal, Jangan Tergiur, Segera Blokir Nomornya

Sementara itu, Kasubdit V Bareskrim Polri Kombes Pol Ma’mun mengatakan bahwa kepolisian mendapat laporan terkait modus baru tersebut. 

Baca juga: Kominfo Sebut Faktor Kelalaian Jadi Pemicu Utama Masyarakat Terjebak Aksi Pinjol

Ma'mun mengatakan kepolisian juga telah memanggil pihak bank untuk memberikan klarifikasi terkait informasi rekening nasabah yang diketahui oleh pinjol ilegal.

Berdasarkan pendalaman, ternyata data-data atau informasi nasabah berhasil didapatkan oleh pinjol ilegal dari isi blangko di mal-mal. 

“Setelah kita dalami, ternyata dia (pelaku pinjol ilegal) ini dapat dari isi blangko-blangko yang ada di mall. Mungkin mau isi data pribadi termasuk rekening untuk kartu kredit atau apa malah tiba-tiba dapat transferan dan jadinya pinjol ilegal. Ini perlu hati-hati dan waspada,” kata Ma'mun.

OJK Klaim Sudah Blokir

Terkait dengan maraknya pinjol ilegal yang beroperasi tidak sah dan merugikan banyak nasabahnya tesebut, Tongam L Tobing menyatakan OJK tengah berupaya memblokir akun-akun perusahaaan fintech yang tidak terdaftar dan berizin OJK.

Tongam menyatakan, setidaknya pihaknya mencatat ada sebanyak ribuan akun Fintech ilegal yang beroperasi di Indonesia. Dari ribuan akun Fintech Ilegal tersebut, sebanyak 3.193 akun diantaranya telah diblokir oleh OJK hingga Juni 2021.

"Kami mencatat total Fintech lending ilegal yang telah dihentikan sampai dengan Juni 2021 itu sebanyak 3.193 akun Fintech ilegal," kata Tongam dalam acara diskusi virtual Forum Diskusi Salemba, Rabu (30/6/2021).

Tongam mengatakan, total peningkatkan timbulnya Fintech Ilegal yang berhasil diblokir ini terjadi saat pandemi Covid-19 merebak di Indonesia.

Mabes Polri mengelar barang bukti dan tersangka pinjaman online dengan mengunakan aplikasi RpCepat di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (17/6/2021). Polisi menangkap 5 orang dan mengejar 2 DPO WNA yang diduga sebagai otaknya. Selain menahan ribuat sim car dari berbagai operator selurer dan berbagai alat eletronika untuk menjalankan aksi pinjaman online ilegal. (Warta Kota/Henry Lopulalan) (Warta Kota/Henry Lopulalan)

Sebanyak 1.493 akun telah diblokir selama tahun 2019 dan 1.026 akun diblokir pada 2020. "Kami melihat kebutuhan masyarakat akan peminjaman dana ini meningkat terlebih saat pandemi," ucapnya.

Kendati begitu yang menjadi tantangan dalam memblokir akun Fintech ilegal itu menurut Tongam yakni berdasarkan data yang diberikannya, sebagian besar servernya berada di luar Indonesia.

Bahkan mayoritas server dari akun Fintech Ilegal tersebut tidak diketahui keberadaannya.

"Jadi hanya ada 22 persen server Fintech peer-to-peer lending yang ada di Indonesia, bahkan 44 persen di sini tidak diketahui keberadaannya ada di mana," tutur Tongam.

Secara lebih rinci Tongam menyebutkan, sebanyak 8 persen server tersebut berada di Singapura, 6 persen di China, 2 persen di Malaysia, 1 persen di Hongkong dan sebagian di US serta terbesar yakni 44 persen di lokasi yang tidak diketahui.

Hal tersebut yang menurut OJK bersama institusi Kepolisian kata Tongam merasa kesulitan dalam melakukan pemblokiran akun Fintech Ilegal.

Atas dasar itu Tongam mewakili OJK meminta kepada masyarakat untuk senantiasa melakukan pengecekan izin dari Fintech atau jasa layanan peminjaman online yang ingin digunakan.

Hal itu dilakukan agar masyarakat tidak terhindar dari maraknya operasi pinjaman online ilegal.

"Kami meminta kepada masyarakat untuk melakukan pengecekan keberizinan dari Fintech tersebut, melalui website resmi dari OJK, dan pinjam dana pada Fintech yang terdaftar di OJK," tukas Tongam.

Masyarakat dapat mengakses website https://www.ojk.go.id/id/Default.aspx guna mengetahui Fintech yang terdaftar dan berizin di OJK.

Tak Berwenang Berantas SMS Blast

Sementara itu, menanggapi banyak pengiriman pesan singkat (SMS) berantai berisi penawaran pinjaman dana dari pinjol ilegal, Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Riswinandi menyatakan pihaknya tidak berwenang menindaknya

“Banyak hal yang di luar yuridiksi pengawasan OJK, terutama dalam konteks dan tatanan menyangkut siber. Misalnya dalam hal mengontrol aplikasi-aplikasi yang tersedia di Application Store maupun pesan-pesan berantai dari nomor handphone yang dengan sangat mudah bisa berganti,” ujar Riswinandi dalam Diskusi Daring ILUNI UI bertajuk “Waspada Jebakan Pinjaman Online Ilegal,” Rabu (30/6/2021).

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Riswinandi. (Kontan/Umi Kulsum)

Karena itu, bersama-sama dengan Kementerian/Lembaga membentuk Satgas Waspada Investasi (SWI).  Adapun anggotanya, selain berasal dari OJK, juga Kepolisian dan Kejaksaan, serta  Kementerian/Lembaga lainnya, seperti Kominfo, Kementerian Perdangangan, Kementerian Koperasi dan UKM serta BKPM.

“Ini yang terus melakukan penyisiran, untuk menindak fintech-fintech ataupun kegiatan yang menyangkut teknologi dan dianggap diketahui tidak mendapatkan atau tidak memiliki izin, ilegal,” tegasnya.

Hingga saat ini SWI masih terus melakukan penyisiran dan penindakan terhadap pinjol-pinjol ilegal.

Pihaknya mengimbau agar masyarakat tidak mudah terjebak terhadap segala kemudahan pinjaman dana secara online dari pinjol ilegal di media sosial maupun pesan singkat berantai.

Karena, nanti justru hanya akan merugikan masyarakat sendiri.

“Di lapangan kami melihat kondisi masyarakat itu memang ada yang membutuhkan dana, tapi dari pengalaman kami melihat ada juga yang memanfaatkan peluang ini untuk kemudahan yang dengan kemudahan yang ditawarkan oleh platform dan umumnya juga menjadi terjebak di platform yang tidak berizin dan terdaftar di OJK,” jelasnya.

Mabes Polri mengelar barang bukti dan tersangka pinjaman online dengan mengunakan aplikasi RpCepat di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (17/6/2021). Polisi menangkap 5 orang dan mengejar 2 DPO WNA yang diduga sebagai otaknya. Selain menahan ribuat sim car dari berbagai operator selurer dan berbagai alat eletronika untuk menjalankan aksi pinjaman online ilegal. (Warta Kota/Henry Lopulalan) (Warta Kota/Henry Lopulalan)

Dia menjelaskan pinjol ilegal itu memiliki perbedaan cara operasional platform dengan yang sudah terdaftar dan berizin dari OJK.

Dalam hal ini, kata dia, tentu juga menyangkut bagaimana  mereka mengakuisisi calon nasabahnya yang berbeda dengan pinjol terdaftar dan berizin yang sudah diatur oleh OJK.

“Tanpa disadari, eacara sistem, platform pinjol ilegal tersebut dapat mengambil data-data pribadi seperti nomor telepon atau kontak, foto dan video serta lainnya yang tersimpan di dalam ponsel konsumen,” jelasnya.

“Untuk yang sudah terdaftar dan berizin, hal ini sudah tidak dapat dilakukan karena kita juga me-review teknologi yang mereka pakai,” ucapnya.

Dia menjelaskan pinjol ilegal yang memiliki akses ke hal-hal yang sebetulnya dilarang, terutama pada data-data yang sudah diambil dari ponsel konsumen, akan melakukan segala tekanan kepada debitur yang menunggak.

“Ini tentu berbeda dengan yang terdaftar, karena kita hanya memperkenalkan atau mengijinkan mereka melakukan data collection itu melalui fasilitas yang ada di handphone berupa kamera, microphone dan yang menunjukkan lokasi keberadaan mereka,” jelasnya.

Mabes Polri mengelar barang bukti dan tersangka pinjaman online dengan mengunakan aplikasi RpCepat di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (17/6/2021). Polisi menangkap 5 orang dan mengejar 2 DPO WNA yang diduga sebagai otaknya. Selain menahan ribuat sim car dari berbagai operator selurer dan berbagai alat eletronika untuk menjalankan aksi pinjaman online ilegal. (Warta Kota/Henry Lopulalan) (Warta Kota/Henry Lopulalan)

 Lebih jauh ia meminta masyarakat untuk mengecek langsung ke laman resmi OJK mengenai status pinjol yang menawarkan pinjaman dana.

“Dengan segala kemudahan meminjam dana secara online, tentu masyaarakat harus lebih berhati-hati, jika tidak ingin terjebak  pada pinjaman dari fintech ilegal yang ujungnya akan merugikan masyarakat sendiri,” tegasnya.

Moratorium Perizinan Baru Fintech

OJK saat ini juga sudah melakukan penghentian dalam waktu tertentu atau moratorium hingga kini untuk pendaftaran financial technology (fintech) pinjaman online baru.

Riswinandi mengatakan, hal tersebut dilakukan agar pihaknya terus melakukan evaluasi terhadap fintech yang ada. 

"Melalui moratorium pendaftaran, di mana OJK tidak menerima pendaftaran fintech P2P (peer to peer) baru selama lebih dari setahun terakhir," ujarnya saat webinar, Rabu (30/6/2021). 

OJK melalui langkah tersebut ingin memastikan status izin dari platform P2P, sehingga moratorium ini akan digunakan untuk melihat dan menelaah kembali. 

"Melakukan penelitian pada platform-platform yang belum comply pada regulasi, maupun tidak memliki kapasitas SDM dan operasional yang memadai untuk menjalankan bisnis," katanya.

Dia menambahkan, pada Februari 2020 saat dimulainya moratorium pendaftaran fintech P2P, terdapat 165 perusahaan terdaftar dan berizin di OJK. 

Namun, saat ini tinggal 125 perusahaan terdaftar resmi di OJK dengan rincian 60 Fintech P2P yang statusnya terdaftar serta 65 yang telah memiliki status berizin. 

"Saat ini kami sedang menyelesaikan status 60 perusahaan yang terdaftar tersebut menjadi berizin," pungkas Riswinandi.

Laporan Reporter Tribunnews: Rizki Sandi Saputra/Yanuar Rizki/Srihandi Malau

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini