Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TUBINGEN - Perusahaan bioteknologi Jerman CureVac menyatakan, vaksin CVnCoV yang dikembangkannya hanya menunjukkan efektivitas 48 persen dalam melawan virus corona (Covid-19).
Ini disampaikan setelah analisis terakhirnya hanya menandai sedikit peningkatan pada uji coba terakhir perusahaan tersebut. Angka ini yang akhirnya membuat nilai saham CureVac mengalami anjlok.
Situs Russia Today, Kamis (1/7/2021) mengabarkan, CureVac mengumumkan hasil uji coba fase kedua dan ketiga untuk vaksin CVnCoV pada hari Rabu kemarin, dalam analisis akhir untuk studi terhadap 40.000 subjek yang melibatkan peserta dari 10 negara di seluruh Eropa dan Amerika Latin.
"Dalam konteks 15 jenis yang belum pernah terjadi sebelumnya yang beredar dalam populasi penelitian pada saat analisis akhir, CVnCoV menunjukkan efektivitas vaksin secara keseluruhan sebesar 48 persen terhadap Covid-19 dengan tingkat keparahan apapun, termasuk gejala ringan non-pernafasan tunggal," kata perusahaan itu.
Baca juga: Gubernur DKI Anies: Hari Bersejarah, 1 Juli 2021 Anak di Jakarta Mulai Vaksinasi Covid-19
Namun untuk kelompok usia 18 hingga 60 tahun, efektivitasnya sedikit lebih tinggi yakni mencapai 53 persen.
Baca juga: Vaksin Pfizer Tiba Bulan Depan
Hasilnya hanya sedikit peningkatan dibandingkan uji coba awal CureVac pada awal bulan ini, yang menunjukkan bahwa vaksin tersebut memiliki efektivitas 47 persen secara keseluruhan.
Baca juga: Warga yang Hendak Disuntik Vaksin Diingatkan Wajib Bawa KTP
Sementara CureVac mencatat bahwa vaksinasi bahkan lebih efektif terhadap 'penyakit tingkat sedang hingga parah' pada kelompok usia 18 hingga 60 tahun.
Angkanya dilaporkan mencapai 77 persen, namun data tersebut tidak meyakinkan bagi pasien berusia lebih tua yang menghadapi risiko yang jauh lebih besar terhadap virus ini.
Sedangkan mereka yang berusia 60 tahun dan lebih tua hanya mewakili 9 persen dari kasus yang dianalisis.
Untuk kasus parah yang mengakibatkan pasien harus menjalani rawat inap atau mengalami kematian, perusahaan mengatakan vaksinnya sepenuhnya hanya efektif bagi mereka yang berusia 18 hingga 60 tahun.
Kabar rendahnya efektivitas vaksin besutan CureVac dalam melawan Covid-19 ini memberikan pukulan lebih dalam bagi nilai saham perusahaan tersebut.
Karena awalnya saham CureVac sudah mengalami anjlok sekitar 10 poin dalam perdagangan setelah jam kerja, mengalahkan kenaikan 9 persen yang terlihat sebelumnya pada hari Rabu kemarin, setelah perusahaan mengumumkan perombakan dewan direksi.
Hasil uji coba CureVac yang mengecewakan sebelumnya juga telah memberikan dampak yang sama di pasar, dengan data hari Rabu menunjukkan angka yang semakin menghancurkan kepercayaan pada vaksin yang pernah diprediksi akan 'membawa harapan bagi dunia yang belum divaksinasi'.
Terlepas dari hasil yang buruk ini , CEO CureVac Franz-Werner Haas mengaku tetap optimis terhadap vaksinnya.
"Analisis terbaru menunjukkan nilai kesehatan masyarakat yang kuat untuk kelompok usia 18 hingga 60 dan memberikan data yang relevan secara klinis untuk varian virus corona yang muncul," tegas Haas.
Perlu diketahui, vaksin CVnCoV menggunakan teknologi messenger RNA yang serupa dengan Moderna dan Pfizer. Namun Moderna dan Pfizer menunjukkan efikasi yang jauh lebih tinggi.
Terkait penyimpanan vaksin, vaksin CureVac tetap stabil pada suhu lemari es dan tidak memerlukan penyimpanan dalam suhu di bawah nol, berbeda dengan Moderna dan Pfizer.
Begitu pula Sputnik V buatan Rusia yang tidak memerlukan penyimpanan khusus, inilah yang membuat vaksin tersebut menarik bagi negara berkembang yang tidak memiliki fasilitas deep freeze seperti negara maju.
Meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan ambang batas efektivitas setidaknya mencapai 50 persen untuk uji coba vaksin Covid-19, regulator obat-obatan Uni Eropa (UE) mengatakan pada pekan lalu bahwa mereka tidak akan memberlakukan persyaratan serupa.
Ditanya mengenai ambang batas 50 persen setelah hasil uji coba awal CureVac, Marco Cavaleri, Kepala vaksin dari regulator obat-obatan UE tersebut mengatakan bahwa regulator selalu merasa sulit untuk menentukan ambang batas awal dalam uji coba.