TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia mendukung pembentukan disiplin subsidi perikanan di World Trade Organization (WTO), untuk mewujudkan pembangunan sektor perikanan dunia yang positif dan berimbang.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, komitmen Indonesia ini diharapkan bisa menekan terjadinya penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di seluruh dunia.
Menurutnya, masalah ini sudah dibahas lebih dari 20 tahun, dan diharapkan segera mencapai kesepakatan bersama antar anggota WTO.
"Indonesia siap secara penuh untuk terus terlibat dalam proses perundingan di WTO Jenewauntuk mencapai hasil yang positif, berimbang, efektif, dan konsensus oleh seluruh anggota WTO. Indonesia juga mendukung penyelesaian perundingan penciptaan disiplin subsidi perikanan yang efektif," kata Djatmiko, Selasa (20/7/2021).
Menurutnya, Indonesia juga mendukung perlindungan terhadap small-scaledan artisanal fisheriesbagi negara berkembang dan Least Developed Countries (LDCs).
Hal itu dapat dilakukan melalui mekanisme special and differential treatment (SDT) yang harus tetap menjadi prioritas utama dalam pembahasan perundingan.
Baca juga: KKP Minta Nelayan Perikanan Tidak Melaut Sementara di Kondisi Cuaca Ekstrem
"Indonesia sebagai negara kepulauan tetap memberikan prioritas kepada perundingan subsidi perikanan yang sedang berjalan sebagai bagian dari komitmen Indonesia dalam usaha pencapaian mandat Koneferensi Tingkat Menteri (KTM) sebelumnya," tuturnya.
Djatmiko mengatakan, perundingan subsidi perikanan di WTO memasuki tahap penting, setelah melalui proses yang berjalan selama lebih dari 20 tahun.
Ia menyebut, perbedaan pandangan di antara para anggota dalam memberikan tanggapan atas teks negosiasi yang dikeluarkan Ketua Perundingan Santiago Wills masih cukup tinggi.
Negara berkembang dan LDCs pada umumnya masih berpandangan, isi teks negosiasi belum mencerminkan posisi yang seimbang antara negara pemberi subsidi besar dengan negara berkembang dan LDCs, khususnya terkait isu SDT dan pendekatan manajemen perikanan/fishery managementdalam pilar overfishingdan overcapacity(OFOC).
Sementara, negara maju tetap pada posisi menuntut terbentuknya disiplin yang terukur, dan tidak memberikan blanket checkfleksibilitas SDT dalam bentuk permanent carve-outbagi negara berkembang.