Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Ditjen PDSKP Pung Nugroho Saksono menjelaskan, ada tiga skema pengawasan yang dilakukan, meliputi sebelum melaut, saat melaut dan selesai melaut.
Sebagai contoh, untuk pemeriksaan selesai melaut akan dilakukan validasi mengenai hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan.
"Misal yang dipakai pancing tuna tapi hasil tangkapannya cumi banyak sekali. Ini kan perlu adanya evaluasi lebih lanjut," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menyebut memang diperlukan pemerataan dalam hal infrastruktur maupun pemanfaatan potensi sumber daya perikanan di Indonesia antara wilayah barat, dan timur.
Di samping itu, peran serta masyarakat dalam implementasi Permen KP18/2021 juga menurutnya sangat penting.
"Jadi saya ingin Permen ini juga harus diletakkan agar benar-benar punya daya ungkit dalam kaitan dengan ekonomi masyarakat, nasional. Dia harus diletakkan dalam kerangka koreksi terhadap sarana dan prasarana perikanan kita tadi," ucapnya.
Sebelumnya, Trenggono mengimbau para nelayan untuk tidak lagi menggunakan salah satu alat penangkap ikan yang dilarang di Permen KP 18 yakni cantrang, khususnya untuk kapal-kapal ukuran di atas 30 GT.
Tindakan tegas akan diambil kepada para pelanggar karena penggunaan alat tangkap tersebut menimbulkan konflik sosial dan mengancam keberlanjutan ekosistem.
"Kalau mereka yang memilih kapal cantrang itu tetap melakukan terus-menerus, kami bisa buktikan bahwa Laut Jawa itu sudah sangat merah dan over-fishing kemudian terumbu karangnya juga rusak. Kami sampaikan kepada nelayan yang memiliki kapal di atas 30 GT, bahwa anda harus berhenti, kalau tidak berhenti, kami hentikan. Kami hentikan itu karena itu akan merusak lingkungan," tutur Trenggono.