Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri hasil tembakau (IHT) dinilai perlu mendapatkan bantuan dari pemerintah, seiring telah tertekannya akibat pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM di Jawa Bali.
Terdapat tiga persoalan yang dihadapi pelaku usaha IHT yaitu menurunnya ekonomi masyarakat akibat pandemi, kekhawatiran kembali naiknya tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan kemungkinan penyederhanaan struktur tarif cukai (simplifikasi).
Baca juga: Berdampak Negatif terhadap IHT, Kementan Usul Wacana Revisi PP 109 Dipertimbangkan Lagi
Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan berharap pemerintah lebih berfokus terhadap penanggulangan pandemi Covid-19 terlebih dahulu, ketimbang melahirkan kebijakan baru yang ekstrem seperti itu.
"Saat ini bukan waktu yang tepat, tidak ada urgensinya sama sekali. Lebih baik pemerintah menjaga IHT dengan kebijakan yang soft mengingat situasi ekonomi sedang tidak bagus dan sulit untuk mencari pekerjaan," ujar Daniel, Selasa (27/7/2021).
Baca juga: Pimpinan MPR Dukung Pemerintah Bentuk Roadmap IHT yang Berkeadilan
Menurutnya, tarif cukai sebaiknya tidak naik pada saat ini seperti saat ini, dan jikapun harus naik maka disesuaikan kemampuan dan masukan dari pelaku industri terlebih dahulu.
"CHT jangan dilihat dari perusahaan-perusahaan besarnya saja, tapi juga petani dan buruh yang terlibat perlu diperhatikan,” ujar Daniel.
Di sisi lain, kenaikan CHT dan dorongan simplifikasi cukai bisa semakin menaikkan risiko peredaran rokok ilegal di kalangan masyarakat ekonomi rentan.
Peredaran rokok ilegal punya sejumlah dampak bahaya bagi perekonomian, mulai dari hilangnya potensi penerimaan cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), hingga pajak daerah.
Adapun klasifikasi rokok ilegal beragam, mulai dari rokok tanpa pita cukai, pita cukai sudah kadaluarsa, atau praktik yang biasa terjadi, pita cukai untuk SKT dilekatkan di kemasan SKM, sehingga ketika dijual secara eceran menjadi lebih murah.