Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) turut mengambil peranan dalam mendorong salah satu program pemerintah yakni pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) atau renewable energy.
Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM) BPPT, Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa lembaga tersebut telah berperan aktif dalam pengembangan pilot plan untuk EBT bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Satu diantaranya yang telah diterapkan Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) BPPT adalah teknologi Smart Grid di kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan.
"Kita tahu bahwa kita bekerja sama dengan ESDM juga, ESDM juga banyak meminta dan menghadirkan photovoltaic di seluruh Indonesia. Kita lihat bahwa dalam sisi teknologi, kita membuktikan bahwa Smart Grid itu sudah kita terapkan di Serpong," ujar Eniya, dalam webinar bertajuk 'Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia: Kebijakan EBTKE Di Indonesia', Rabu (28/7/2021).
Baca juga: Kebutuhan Energi Terus Meningkat, Ini Sederet Inovasi BPPT untuk Pengembangan EBT di Indonesia
Perlu diketahui, inovasi teknologi Smart Grid diperlukan untuk mendukung peningkatan integrasi energi terbarukan skala besar dalam sistem ketenagalistrikan.
Pengembangan ini diperlukan untuk mendorong upaya dalam memenuhi target 23 persen bauran EBT pada 2025.
Baca juga: Pajak Karbon Dukung Pertumbuhan Energi Terbarukan
BPPT juga menghadirkan konsep pengembangan kapasitas listrik dengan baterai.
"Kombinasi photovoltaic dengan baterai itu kita hadirkan di Sumba, di situ kita sudah bisa membuat satu konsep bahwa baterai ini bisa diperpanjang lifetime-nya dua kali lipat lebih dari yang biasanya," kata Eniya.
Baca juga: Kementerian ESDM: Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Nasional Baru 11,2 Persen
Peningkatan daya tahan baterai ini bisa lebih maksimal jika menggunakan konsep replacement baterai. "Ini kita kerja sama dengan pihak Jepang," jelas Eniya.
Lembaga kaji terap teknologi ini juga memanfaatkan potensi sumber daya EBT yang dimiliki daerah Parangracuk sebagai model pengembangan EBT sekaligus sarana wisata edukasi yang diberi nama 'Baron Techno Park'.
Nama Baron Techno Park dipilih karena daerah kaya sumber daya EBT ini berdekatan dengan Pantai Baron di Yogyakarta.
Di Baron Techno Park, terdapat potensi sumber daya EBT seperti gelombang laut, matahari, angin dan biomasa yang sangat besar.
"Kita sangat welcome untuk bisa dikunjungi, baik untuk industri maupun masyarakat pada umumnya. Karena konsep kelistrikan dengan energi baru terbarukan ini kita juga membuat satu kawasan eduwisata di Baron Techno Park, ini di Yogyakarta dan sangat menarik," pungkas Eniya.
Saat ini Indonesia memegang komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada 2030 sebesar 29 persen, sesuai dengan Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Pemerintah melalui Kementerian ESDM serta didukung berbagai pihak termasuk BPPT tengah fokus untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Namun hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada energi fosil, padahal kebutuhan energi di negara ini terus mengalami peningkatan.
Hal ini yang menjadi alasan diperlukannya pengembangan EBT untuk menjawab permasalahan lingkungan seperti gas rumah kaca.
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), bauran EBT secara nasional ditargetkan 23 persen pada 2025, lalu 31 persen pada 2050.
Terkait target ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan sangat sulit untuk mencapai angka yang ditargetkan untuk bauran EBT pada 2025.
Terlebih saat ini Indonesia juga tengah terdampak pandemi virus corona (Covid-19), meskipun negara ini memiliki potensi EBT yang cukup besar.
"Pada 2020, kontribusi EBT kita mencapai 11 persen dan kita punya target 2025 bisa capai 23 persen, target ini cukup berat karena saat ini kita mengalami dampak dari pandemi Covid-19," kata Arifin.
Hal yang sama disampaikan Kepala BPPT Hammam Riza. Ia mengatakan bahwa hingga saat ini EBT belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
"Potensi energi baru dan terbarukan di Indonesia cukup tinggi, namun belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga belum dapat mencapai target bauran energi seperti diamanatkan dalam kebijakan energi nasional," kata Hammam.
Ia menjelaskan, Bahan Bakar Nabati (BBN), biomassa, hidro dan panas bumi masih mendominasi penyediaan EBT.
"Saat ini pemanfaatan EBT di sektor ketenagalistrikan masih didominasi oleh penggunaan tenaga air, kemudian diikuti oleh pemanfaatan panas bumi, biomassa, biodiesel dan tenaga surya," pungkas Hammam.