News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Indonesia Masih Kalah dari Brasil dan Australia Sebagai Eksportir Produk Halal

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Malaysia International Halal Showcase (MIHAS) siap menyambut pelaku industri produk produk halal dari seluruh dunia.

*Kebutuhan Produk Halal Dalam Negeri Masih Impor

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai negara yang dikenal memiliki penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia, Indonesia ternyata kalah dari Australia dan Brasil sebagai produsen produk halal.

Padahal, penduduk muslim kedua negara itu kalah jauh dibandingkan Indonesia.

Data Global Islamic Economic Report (GIFR) 2019 lalu memaparkan Brasil tercatat sebagai eksportir terbesar produk makanan dan minuman halal, yakni US$5,5 miliar.

Australia mengekor senilai US$2,4 miliar. Sementara Indonesia belum mampu mengoptimalkan potensi yang ada untuk meningkatkan industri produk halal di dalam negeri.

Baca juga: Rachmat Gobel Dorong Bank Indonesia Jembatani Produk Halal UMKM Menjadi Go Internasional

"Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan potensi tersebut di industri produk halal seperti Malaysia. Namun ternyata kita belum mampu memanfaatkan potensi secara optimal seperti Malaysia, bahkan Brasil dengan Muslim minoritas, utamanya dalam menjadikan dirinya sebagai produsen makanan halal terbesar di dunia," kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam Konferensi Ekonomi, Bisnis dan Keuangan Islam Nusantara, Rabu (28/7).

Jangankan menjadi eksportir produk halal, Indonesia justru menjadi konsumen terbesar produk halal di dunia.

Indonesia tercatat membelanjakan US$173 miliar setara 12,6 persen dari pangsa pasar produk makanan halal dunia pada 2018.

Angka ini menjadikan Indonesia sebagai konsumen terbesar produk halal global dibandingkan negara mayoritas muslim lainnya.

Baca juga: Dari 64 Juta UMKM, Baru 60.000 yang Kantongi Sertifikasi Halal

Ma'ruf menyayangkan mengapa sebagai negara mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia masih harus mengimpor produk makanan halal untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Jangankan sebagai produsen dan menjadi pemain global, untuk memenuhi kebutuhan makanan halal domestik saja kita masih harus impor," imbuhnya.

Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, kata Wapres, pemerintah terus berupaya mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk kegiatan usaha syariah baik skala besar maupun kecil.

Salah satu langkah konkretnya adalah dengan mengembangkan tiga kawasan industri halal.

Wapres mengatakan saat ini sudah dikembangkan dan ditetapkan tiga kawasan industri halal, yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang, Banten, Safe n Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo, Jawa Timur, dan Bintan Inti Halal Hub di Bintan, Kepulauan Riau.

Baca juga: LPPOM MUI Resmi Serahkan Ketetapan Halal kepada BPJPH Kemenag

"Pengembangan usaha skala mikro dan kecil, termasuk usaha keuangan dapat menjadi bagian dari rantai nilai industri halal global atau global halal value chain, serta untuk memacu pertumbuhan usaha dan peningkatan ketahanan ekonomi umat," jelasnya.

Pemerintah juga akan mengembangkan sektor riil dengan menyiapkan para pengusaha berbasis syariah melalui inkubasi-inkubasi di berbagai daerah.

Selain itu, program pengembangan ekonomi dan keuangan syariah juga dilakukan melalui pemberdayaan para pengusaha eksisting sehingga tumbuh menjadi lebih besar.

Caranya, dengan membangun pusat-pusat bisnis syariah (Syariah Business Center) sebagai wahana interaksi dan transaksi, didukung teknologi digital bagi para pengusaha syariah.

"Strategi pengembangan ini perlu perencanaan dan data statistik yang baik. Tantangan terbesar adalah belum tercatatnya data produksi ataupun nilai perdagangan produk halal Indonesia melalui sebuah sistem informasi manajemen yang terintegrasi," ujarnya.(tribun network/den/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini