TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nilai ekspor minyak atsiri Indonesia hingga April 2021 mencapai 83,9 juta dolar AS dengan pertumbuhan sebesar 15,5% yoy.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank mendorong pelaku usaha minyak atsiri untuk memperluas pasar ekspor.
Hal tersebut, seiring meningkatnya permintaan produk aromaterapi selama masa pandemi di mana minyak atsiri merupakan salah satu bahan dasar utamanya.
Direktur Pelaksana LPEI Agus Windiarto mengatakan nilai ekspor minyak atsiri Indonesia hingga April 2021 mencapai 83,9 juta dolar AS dengan pertumbuhan sebesar 15,5 persen (yoy).
Jenis minyak atsiri yang banyak diekspor adalah minyak atsiri berbasis rempah dari serai, pala, kayu manis, jahe, kapulaga, adas, dan cendana dengan porsi 58,7%.
Lalu diikuti oleh air distilasi dari essential oil 22,4%, minyak atsiri dari citrus 13,2% dan minyak atsiri dari mint 5,6%.
"Peningkatan tersebut ditopang oleh meningkatnya harga minyak atsiri yang meroket pada masa pandemi," ujar Agus dalam keterangannya, Sabtu (7/8).
Selama 2020, nilai dan volume ekspor minyak atsiri Indonesia naik masing-masing 16,45 persen (yoy) dan 14,69 persen (yoy) mencapai 215,81 juta dolar AS dengan volume 7,54 juta ton.
Dalam lima tahun terakhir (2016-2020), nilai ekspor minyak atsiri Indonesia cenderung mengalami peningkatan.
Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata tahunan majemuk atau Compound Annual Growth Rate atau CAGR ekspor minyak atsiri Indonesia ke lima negara tujuan utama berada pada tren positif, kecuali ke Singapura.
Baca juga: LPEI Optimalkan Komoditas Kopi Subang untuk Penuhi Pasar Ekspor
Berdasarkan kajian yang dihasilkan oleh Indonesia Eximbank Institute, CAGR nilai ekspor Indonesia selama periode 2016-2020 ke lima negara tujuan utama.
"Antara lain ke India naik 10,73 persen per tahun, ke Amerika Serikat naik 4,79 persen per tahun, ke Perancis naik 2,38 persen per tahun, dan ke China naik 5,72 persen per tahun," tuturnya.
Sementara ekspor ke Singapura menunjukkan tren penurunan tipis selama lima tahun terakhir di level minus 0,35 persen per tahun.
Pada 2020 lalu, Indonesia memiliki 189 eksportir minyak atsiri yang tersebar di seluruh provinsi. Jawa Barat merupakan provinsi penyumbang ekspor minyak atsiri terbesar dengan nilai 68,92 juta dolar AS (setara 31,9 persen total ekspor minyak atsiri Indonesia), diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 36,61 juta dolar AS (17 persen) dan Sumatera Utara sebesar 33,24 juta dolar AS (15,4 persen).
Dari sisi sebaran eksportir, DKI Jakarta memiliki eksportir produk minyak atsiri paling banyak di Indonesia dengan 48 eksportir di 2020, diikuti oleh Jawa Barat (29 eksportir) dan Jawa Timur (24 eksportir).
Di tahun 2020 minat masyarakat terhadap produk minyak atsiri secara global menunjukkan peningkatan cukup tinggi, khususnya di Eropa seperti Prancis, Polandia, Irlandia, Belgia, Spanyol dan Belanda.
Menurut Agus, fakta tersebut tentu menjadi angin segar bagi ekspor Indonesia. Momentum baik komoditas minyak atsiri sebagai bahan penyusun aromaterapi pun seharusnya dapat dipertahankan.
"Selain bahan mentah, para eksportir juga perlu meningkatkan nilai tambah minyak atsiri sehingga nilai ekspornya juga turut terdongkrak," ujar Agus.