Perry Warjiyo mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 18-19 Agustus 2021.
Dia menjelaskan, alasan Bank Sentral mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen sejalan dengan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18 dan 19 Agustus 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5 persen," jelas Perry.
Baca juga: Bank Indonesia Tetap Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan juga upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi dari Covid 1-19," tambahnya.
Selain suku bunga acuan, Bank Indonesia juga menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
Perry melanjutkan, pihaknya terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Hal tersebut dilakukan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut melalui berbagai langkah kebijakan.
Beberapa langkah tersebut di antaranya seperti, melanjutkan kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
Kemudian Bank Indonesia juga mendorong intermediasi melalui penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan penekanan pada transmisi SBDK pada suku bunga kredit baru khususnya segmen KPR.
Perry menuturkan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk optimalisasi implementasi paket kebijakan terpadu KSSK dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas, termasuk UMKM.
"Bank Indonesia juga meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan instansi terkait untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk koordinasi kebijakan moneter-fiskal, kebijakan untuk mendorong ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Bank Indonesia, Erwin Haryono melihat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2021, berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia Juli 2021 kembali surplus sebesar 2,59 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Catatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya yang sebesar 1,32 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia terus mencatat nilai positif sejak Mei 2020.