Demi menekan kerugian PT PLN, penyediaan jasa pemasangan dan pemeliharaan PLTS Atap merupakan langkah praktis dengan menawarkan skema cicilan yang bundled dengan pembayaran tarif listrik kepada pelanggan.
Selain itu, PLN bisa menawarkan listrik PLTS Atap kepada industri/komersial secara kontrak dengan tarif khusus untuk periode waktu tertentu.
Adapula listrik dari PLTS Atap bisa dijadikan bagian dari Renewable Energy Certificate (REC) atau tarif layanan khusus EBT yang ditawarkan kepada semua pelanggan, termasuk pemilik PLTU/PLTG/PLTGU.
Paluang bisnis lain yang bisa didapat adalah menjual nilai karbon dari pelanggan PLTS Atap selain pelanggan kategori industri dan bisnis.
"Sekarang ini mengemuka sedang digagas mengenai perdagangan karbon (carbon tax). Perlu diingat, potensi penerimaan (perdagangan karbon) ini akan besar, kalau sekiranya kapasitas terpasang PLTS Atapnya makin besar," kata Rida.
Menanggapi hal tersebut, Bob memastikan saat ini PLN telah melaksanakan penjualan REC.
Saat ini total nilai bisnis REC mencapai Rp 7,4 miliar dimana ada 69 ribu lebih konsumen telah menggunakan REC hingga Agustus 2021.
Sementara itu, Bob menilai untuk potensi perdagangan karbon justru kini pasarnya masih lesu. Bob memastikan pihaknya mendukung rencana pengembangan EBT di Indonesia. Akan tetapi, pihaknya berharap ketentuan poin revisi Permen mengenai ekspor impor energi listrik dipertimbangkan kembali.
Bob menilai, dengan regulasi yang lama dimana ketentuan ekspor impor sebesar 1:0,65 pun implementasi PLTS Atap sudah naik signifikan dalam tiga tahun terakhir. "Dengan Permen yang dulu pun sudah banyak kenaikan, sudah lebih dari 6 kali dari tahun-tahun sebelumnya," jelas Bob.
Bob menilai ketentuan ekspor impor energi listrik ini perlu didudukkan pada kasus bisnis yang adil baik bagi pelanggan maupun PLN.
Merujuk data PLN, hingga Juli 2021 sudah ada 4.028 pelanggan PLTS Atap yang terdaftar dengan total kapasitas 35.562 KW dan produksi listrik sebesar 3,72 MWh. Jumlah ini naik signifikan dari status tahun 2018 sebanyak 609 pelanggan dengan kapasitas total 1.017 KW dan produksi listrik 1,28 MWh.
PLN menilai ketentuan Energi listrik Pelanggan PLTS Atap yang diekspor dihitung dengan faktor kali 65% sesuai permen ESDM No. 49/2019 sudah sangat feasible untuk pengembalian investasi terlebih dalam beberapa kajian faktor yang diusulkan justru lebih rendah di angka 58% dari energi ekspor. "Sehingga tidak membebani BPP dan tidak berdampak kepada peningkatan biaya subsidi listrik dari pemerintah," pungkas Bob.
Sebagian artikel ini sudah tayang di Kontan.id dengan judul Ada potensi hilang pendapatan dari PLTS Atap, begini strategi PLN menjaga kinerja