"Kesulitan seperti tersebut di atas bukan hanya dialami pusat perbelanjaan yang berlokasi di daerah tertentu saja, tapi juga dialami pusat perbelanjaan yang berada di wilayah lain karena saat ini berbagai pembatasan sudah menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia," ujar Alphonzus.
Dampak pemberlakuan pembatasan operasional hingga penutupan operasional pusat perbelanjaan, kata Aplhonzus, tidak serta merta berakhir pada saat pembatasan mobilitas masyarakat diakhiri.
Tetapi, dampak pembatasan dan penutupan operasional masih terus harus dipikul sampai berbulan-bulan kemudian oleh pusat perbelanjaan.
"Berdasarkan pengalaman selama pandemi ini, hanya untuk menaikkan tingkat kunjungan sebesar 10 persen sampai 20 persen saja diperlukan waktu tidak kurang dari tiga bulan," katanya.
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan sebenarnya kegiatan jual-beli atau pemindahtanganan mal atau pusat belanja itu sudah terjadi sejak sebelum pandemi.
Hal itu merupakan strategi bisnis dari para pengelola untuk bertahan.
Baca juga: Jumlah Kasus Covid-19 terus Turun, Konsistensi Pencegahan Harus Terjaga
Namun demikian, dengan adanya pandemi Covid-19 semakin mempersulit keadaan para peritel.
Sehingga dampaknya, tidak sedikit dari pusat belanja maupun kios yang terpaksa dijual atau dilelang karena pemasukan yang menurun drastis.
"Jadi logikanya pasti terjadi hal-hal tersebut. Seperti ada kios yang dijual atau dilelang. Ini adalah dampak dari pandemi sehingga hotel, restoran, mal, serta toko-toko yang ada di pusat belanja ada yang dijual," kata Budihardjo.
Lebih lanjut dia bilang, pengetatan kebijakan PPKM sejak beberapa bulan lalu, sontak membuat kunjungan mal pun turun drastis.
Hal itu lantas berimbas kepada penurunan pemasukan peritel, baik itu penyewa toko maupun pengelola mal.
"Pasti terjadi kesulitan dari penyewa yang membayar sewa ke mal, karena mal itu hidupnya dari penyewaan. Kami ini asosiasi penyewa, dari kami sudah susah. Saat ini kami sudah kesulitan membayar sewa, sudah pasti malnya juga berkurang income-nya," kata dia.
Adapun, selama PPKM darurat atau ketika mal ditutup, kunjungan ke mal hanya berada di kisaran 10%-20% saja.
Hal itu utamanya disebabkan oleh penutupan sarana hiburan dan juga pelarangan masyarakat untuk makan di tempat atau dine in.
Baca juga: Waketum Demokrat Singgung Soal Pemerintahan 3 Periode, Ingatkan Covid-19 Jangan jadi Alasan