Menurut Gus Muhaimin, ada banyak faktor. Pertama adalah sebuah pemahaman bahwa siapapun pemerintah hari ini tidak akan berdaya kepada pasar dan realitas ekonomi.
Ketidakberdayaan itu karena secara refleks, siapapun pemerintah hari ini pasti akan tunduk kepada kekuatan ekonomi pasar karena ketidakberdayaan ekonomi nasional.
“Sehingga yang perlu diantisipasi adalah kita harus menyiapkan satu rangkaian langkah-langkah yang tepat agar kebijakan pemerintah, pengambilan strategi pemerintah, tidak benar-benar tunduk pada pasar akibat keadaan yang sulit,” katanya.
Baca juga: Buruh Dukung Disiplin Protokol Kesehatan untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi
Gus Muhaimin menuturkan, hal ini terjadi karena pemerintah dan kita semua belum menemukan konsep yang tepat dari cara mengantisipasi keadaan yang sulit.
Sehingga semua pemerintahan, mulai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Jokowi menjadi pragmatis tunduk kepada pasar karena dua hal yang dikejar.
Pertama jumlah pengangguran harus cepat teratasi, menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
”Kalau tidak itu, yang ditakuti pemerintah hanya satu, jumlah pengangguran tinggi sehingga bisa terjadi keresahan sosial, harga-harga naik dan menyebabkan emosi kemarahan masyarakat. Yang penting ekonomi tumbuh dulu, pengangguran teratasi, lupa terhadap substansi konstitusi karena tidak tahu solusinya,” jelasnya.