Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan menempuh jalur pidana kepada pihak obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencoba mengalihkan aset ke perumahan.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara sekaligus Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan, untuk mengetahui secara utuh indikasi tersebut, Satgas menggandeng Bareskrim Mabes Polri.
Baca juga: NasDem: Patut Dicurigai Giring Tengah Kampanyekan Anies untuk Pilpres 2024
"Untuk kasus-kasus seperti itu, kami akan melihat bagaimana jaminan tersebut beralih, dalam hal ada indikasi tindak pidana karena peralihan tersebut, maka kami akan bekerja sama dengan Bareskrim," ucap Rionald yang ditulis Rabu (22/9/2021).
Menko Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai, praktik pengalihan aset bisa masuk ke ranah pidana.
Baca juga: Sita dan Cairkan Harta Obligor, Ini Penjelasan Satgas BLBI
"Karena ini hak tagih piutang negara penyelesaiannya perdata. Tetapi dalam hal terjadi tindak pidana seperti itu sudah jelas diserahkan ke negara kok dijual lagi, dibangun lagi tanpa izin itu bisa menjadi pidana," paparnya.
Adanya aset eks BLBI yang dipindahkan menjadi perumahan tertuang di dalam dokumen gak tagih negara. Salah praktik pengalihan ini terjadi pada aset yang teretak di kawasan Jakarta Timur.
Dalam dokumen yang beredar tersebut, aset yang dimaksud memiliki luas 64.551 meter persegi dengan nilai Rp 82,23 miliar.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan pun telah melakukan pengecekan ke lokasi dan berkoordinasi dengan pengurus kelurahan setempat.
DJKN juga telah mengirimkan surat ke Kantor Pertanahan Kota Jakarta Timur guna meminta pengamanan aset.
Kemudian, Satgas BLBI mendapatkan dua usulan, yakni pemasangan plang pengamanan dan pengembalian batas bidang-bidang tanah eks BPPN tersebut.
Menkeu Sri Mulyani: Satgas Telah Memanggil 24 Pengemplang Dana BLBI
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Satuan Tugas (Satgas) Penagihan Hak Tagih Negara Dana Batuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah memanggil 24 obligor/debitur pengemplang dana pelaksanaan bailout pada 1997-1999 lalu.
Jumlah tersebut separuh dari total obligor/debitur yang tercatat sebanyak 48. Menkeu menjelaskan kepada debitur/obligor terkait, Satgas BLBI telah melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara.
Baca juga: Sita dan Cairkan Harta Obligor, Ini Penjelasan Satgas BLBI
Setalah melakukan pemanggilan kepada 24 obligor/debitur tersebut, Menkeu mengatakan ada lima sikap yang ditujukan oleh mereka.
Pertama, menghadiri panggilan Satgas BLBI dan mengakui punya utang atau kewajiban kepada negara, kemudian menyusun rencana penyelesaian utang.
Baca juga: Sri Mulyani Beberkan 5 Jenis Respon Obligor dan Debitur BLBI terhadap Pemanggilan Satgas
Kedua hadir atau mewakili pihak yang bersangkutan, mengakui namun menyampaikan rencana penyelesaian utang, tapi pemerintah pemerintah menolak tidak relalistis.
Ketiga, sebagian debitur/obligor yang dipanggil Satgas BLBI hadir tapi mengakui bahwa mempunyai utang kepada negara.
Keempat tidak hadir, tapi mereka menyampaikan surat janji penyelesaian. Kelima tidak hadir sama sekali.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan dari pemanggilan tersebut sudah ada hasil yang telah didapat kembali oleh negara, atas utang sebagian debitur/obligor.
Seperti Kaharudin Ongko yang menjadi debitur dana BLBI.
Namun, tindakan tersebut setelah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) mengeluarkan surat paksa terhadap obligor tersebut, karena selama berutang kepada negara tingkat pengembaliannya sangat kecil.
Alhasil, pemerintah mengeksekusi jaminan kebendaan baik aset tetap dan bergerak yang diserahkan oleh obligor bersangkutan yang ditandatangani dalam Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA) tanggal 18 Desember 1998.
Baca juga: Mahfud MD Buka Opsi Bangun Rumah Rehab Rencana Pemanfaatan Aset Sitaan BLBI
“Sesuai dengan MRNIA tersebut yang dilakukan tim Satgas pada 20 September 2021 telah melakukan penyitaan dan sekaligus mencairkan harta kekayaan yang bersangkutan dalam bentuk aset di salah satu bank swasta nasional,” ujar Menkeu Sri Mulyani saat Konferensi Pers, Selasa (21/9).
Adapun harta Kaharudin Ongko yang disita oleh pemerintah senilai Rp 664 juta, dan dalam bentuk escrow account di salah satu bank swasta nasional dengan nilai US$ 7.637 atau sekitar Rp 109,5 miliar.
“Hasil sitaan ini sudah masuk ke kas negara sejak kemarin sore. Kami dari Satgas akan terus melakukan pemanggilan kepada obligor/debitur terkait untuk segera menyelesaikan utangnya,” ujar Sri Mulyani.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Sri Mulyani: Satgas telah memanggil 24 pengemplang dana BLBI"