TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah perusahaan besar seperti Goldman Sachs dan JPMorgan ingin karyawan-karyawannya kembali bekerja penuh waktu di kantor.
Alasannya, interaksi tatap muka lebih baik untuk berkolaborasi dan bekerja dari rumah membuat pekerjaan jadi kurang produktif.
Namun survei bulanan Harvard Business Review menunjukkan hal berbeda. Mengutip Harvard Business Review, Sabtu (25/9/2021), karyawan ingin bekerja dari rumah rata-rata 2,5 hari dalam seminggu.
Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan karyawan sudah nyaman bekerja dari rumah.
Penyebaran varian Delta yang cepat juga mengurangi dorongan untuk kembali ke kantor secara penuh dalam waktu dekat.
"Keinginan untuk bekerja dari rumah dan mengurangi perjalanan pulang pergi semakin kuat seiring pandemi yang terus berlanjut, dan banyak dari kita menjadi semakin nyaman dengan interaksi manusia jarak jauh," tulis hasil survei tersebut.
Baca juga: Soal Rencana WFO 100 Persen di Industri Esensial, Menaker Ingatkan Soal Protokol Kesehatan
Secara keseluruhan, 80% masyarakat AS ingin bekerja dari rumah setidaknya sehari dalam satu minggu.
Dari total responden, 8,3% ingin bekerja dari rumah setidaknya 1 hari seminggu, 13,9% memilih dua hari per minggu, dan 13% bekerja dari rumah 3 hari per minggu.
Baca juga: Pemerintah Diminta Pertimbangkan Matang-matang Sebelum Menerapkan WFO 100 Persen di Sektor Industri
Sementara 33,3% memilih kerja dari rumah lima hari per minggu. Survei pada Juni-Juli lalu pun berkorelasi positif dengan dengan survei terbaru.
Tercatat lebih dari 40% karyawan AS akan mencari pekerjaan baru alias berhenti bila diminta kembali bekerja dari kantor penuh waktu.
Baca juga: Tenaga Kesehatan Kritik Rencana Pemerintah Terapkan WFO 100 Persen
Maka tidak mengherankan, perusahaan seperti Goldman Sachs baru saja mengumumkan kenaikan gaji besar sebesar 30% untuk merekrut karyawan baru seiring dengan keinginan kuatnya mengembalikan karyawan kerja penuh waktu di kantor.
Survei menunjukkan orang kulit berwarna dan wanita berpendidikan tinggi yang memiliki anak kecil sangat menghargai bekerja dari rumah.
Jika bekerja dari kantor kembali diberlakukan, bukan tidak mungkin golongan ini yang akan mengajukan resign lebih dulu.
"Ini akan memperburuk masalah yang sudah mendesak di banyak organisasi yang berjuang untuk mempekerjakan dan mempertahankan wanita berbakat dan manajer minoritas," tulis survei.
Lebih lanjut peneliti menyarankan pemimpin perusahaan mengenali realitas pasar tenaga kerja baru dan beradaptasi.
Bekerja penuh waktu di kantor saat tahun 2019 sebelum ada pandemi Covid-19, lebih mudah, namun tak lagi pada tahun 2021.
Baca juga: Anies Revisi Aturan PPKM Darurat di DKI, Karyawan di Sektor Esensial Ini Boleh WFO
"Pada tahun 2021, memerintahkan karyawan kembali ke kantor untuk bekerja secara penuh berisiko adanya penyerbuan bakat terbaik ke saingan yang menawarkan pengaturan kerja hibrida," sebut survei tersebut.
Baca juga: Relawan LaporCovid-19 Ungkap Temuan Pekerja Perbankan Tetap Diminta WFO Meski Ada yang Positif
Para pemimpin perusahaan ini bisa meniru caranya Apple memperkerjakan karyawan, yakni 3 hari kerja dari kantor dan 2 hari kerja dari rumah. Kerja dari kantor akan dipenuhi dengan rapat, acara dengan klien, pelatihan, dan sosialisasi.
Sementara hari-hari bekerja dari rumah untuk pekerjaan yang lebih tenang, yakni analisis data, membaca, dan video conference.
Tapi tantangannya setiap perusahaan perlu menemukan model hibrid yang tepat sesuai nilai organisasi di perusahaan tersebut.
"Jadi, berpikirlah dua kali sebelum memerintahkan karyawan kembali ke kantor lima hari seminggu. Jangan menjadi studi kasus Harvard Business School berikutnya tentang bencana manajerial," tulis HBR.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Survei: Banyak Karyawan Mau Resign Bila Diminta WFO Penuh.
Penulis: Fika Nurul Ulya
Editor: Bambang P. Jatmiko