Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institue (TRI), Prianto Budi Saptono memberi tanggapan perihal NIK menjadi NPWP.
Dikutip dari Kontan, menurut Budi, integrasi NPWP ke NIK tidaklah menjadi soal.
Pasalnya, selama ini, secara periodik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga sudah mendapat pasokan data berupa NIK dari Kemendagri.
Pasokan data NIK itu digunakan untuk pengawasan kepatuhan pajak orang pribadi dan data matching.
Budi melanjutkan, orang yang sudah memiliki KTP tidak serta merta memiliki NPWP.
Hal ini karena DPJP masih akan melakukan pengecekan apakah penghasilan orang tersebut di atas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) atau tidak.
"Jika penghasilan orang pribadi tersebut masih di bawah Rp 54 juta sesuai pasal 7 UU Pajak Penghasila (PPh), secara otomatis dia belum wajib ber-NPWP,” kata Prianto, Rabu (6/10/2021).
Baca juga: Ekonom UGM Sarankan Pemerintah Tiru Australia, Jadikan NPWP Syarat Ikut Ospek untuk Genjot Pajak
Menurutnya sampai saat ini, batasan PTKP untuk orang pribadi tidak kawin masih di angka Rp 54 juta.
PTKP tersebut berubah jika statusnya kawin dan/atau memiliki tanggungan.
Ketentuan ini dapat diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Sehingga secara prinsip, orang pribadi harus ber-NPWP jika terpenuhi subjek dan objeknya secara bersamaan.
“Semisal ada orang ber-KTP, tapi tidak berpenghasilan di atas Rp 54 juta, dia belum wajib ber-NPWP karena subjek hukumnya sudah ada, tapi objek pajaknya belum ada,” kata Prianto.
(Tribunnews.com/Daryono/Yanuar R/Inza Maliana) (Kompas.com/Sania Mashabi/Fika Nurul Ulya)