Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai generasi ketiga Lippo, John Riady semakin fokus pada pengembangan bisnis kesehatan dan properti melalui induk PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Lippo semakin diarahkan untuk menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan bagi seluruh stakeholders, mulai dari karyawan, konsumen, serta lingkungan sekitar.
Hal itu sejalan transformasi yang sedang dilakukan perusahaan dan tuntutan bagi dunia bisnis untuk menerapkan konsep environmental, social, and corporate governance (ESG).
Prinsip ESG tersebut, kata John, secara bertahap dilakukan LPKR sejak 2019.
ESG jelas John, tidak hanya sekedar aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR).
Baca juga: Tanggung Jawab Sosial Lingkungan dan CSR Wujudkan Kesejahteraan Masyarakat Sebagai Stakeholder
Namun lebih dari itu, ESG mengombinasikan CSR, etika dan good governance.
“Kami tidak lagi sekadar mengejar pertumbuhan bisnis, melainkan berupaya menciptakan operational excellence,” kata John dalam acara Chief of Editor Gathering, akhir pekan ini di Lippo Village, Karawaci.
Operational Excellence bisa diartikan sebagai cara pandang dalam menjalankan bisnis yang berorientasi untuk memberikan nilai tambah. Dalam prosesnya, operational excellence mensyaratkan adanya fokus yang sama dari setiap anggota perusahaan.
Hal ini tampak dari konsep pembangunan properti yang dilakukan LPKR selama ini yang mengedepankan aspek sosial dan lingkungan, serta menciptakan nilai tambah bagi pelanggan maupun lingkungan.
“Skala yang kecil di Lippo Karawaci, Cikarang kita mengelola seluruh irigasi dan air. Kalau kita melihat di sana, ada danau-danau itu bukan hanya hiasan, tapi sebetulnya bermanfaat sebagai water reservoir,” ungkap John.
Hal serupa juga dilakukan di Lippo Mall Kemang. Di sana, Lippo membangun ruang bawah tanah yang besar untuk parkir namun bisa dialih fungsikan sebagai penampungan air di saat banjir.
“Kami juga menggunakan teknologi untuk mendaur ulang air, inilah prinsip ekonomi dan pembangunan berkesinambungan yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup,” kata John.
Baca juga: Para Pemegang Saham Lippo Karawaci Menyetujui Seluruh Agenda RUPST
John menambahkan perusahaan akan terus melakukan transformasi, sehingga LPKR dalam menjalankan bisnis utama yakni perumahan urban, properti komersial, dan sektor kesehatan selalu berorientasi menciptakan nilai tambah. Tentunya, upaya itu didukung tata kelola perusahaan yang sehat, serta mampu memanfaatkan setiap momen dalam memperbesar manfaat tersebut.
“Hal inilah yang melatarbelakangi kami menempatkan orang-orang baru di jajaran manajemen, agar LPKR lebih bernilai, lebih transparan, serta mampu melihat peluang jangka pendek dan jangka panjang,” tambah John.
Dia menambahkan proses transformasi dan penerapan prinsip bisnis yang mengacu kepada ESG ini telah menuai hasil, tercermin dari sisi operasional LPKR yang memiliki pertumbuhan kinerja berkesinambungan.
Pada Semester I 2021, LPKR melaporkan total pendapatan meningkat 36 persen YoY (year on year) menjadi Rp 7,23 triliun dan EBITDA tumbuh 102 persen menjadi Rp 1,95 triliun. Penjualan pemasaran di semester I 2021 tumbuh 122 persen YoY dan mengikuti penjualan awal yang kuat di Kuartal III/2021.
Hal itu, kata John, disumbangkan dari aspek transformasi yang menyangkut operational excellence.
Sebaliknya, aspek lainnya seperti perbaikan tata kelola serta pemberian manfaat kepada lingkungan alam serta lingkungan sosial sekitar, merupakan proses jangka panjang yang harus dilakukan terus menerus.
Sejauh ini, LPKR selain menerapkan konsep pembangunan perumahan urban yang ramah lingkungan, juga telah merealisasikan konsep sinergi antara warga sekitar dan pengembang. Seperti di Lippo Village, Karawaci dimana LPKR mengembangkan proyek perumahan, telah terbentuk serupa “Desa Tangguh” yang dibina LPKR.
Desa Tangguh lahir dari fakta pandemi Covid-19 yang membuat tak sedikit masyarakat terdampak secara ekonomi. Sehingga LPKR meminjamkan lahan miliknya untuk sementara waktu kepada masyarakat sekitar yang terdampak pandemi Covid-19 untuk dikelola menghasilkan usaha pertanian swadaya membantu ketahanan pangan warga terdampak. Hasil usaha pertanian dan perikanan swadaya tersebut pun bisa dinikmati warga terdampak secara gratis.
“Kami meminjamkan lahan untuk kegiatan itu seluas lebih kurang empat hektar. Upaya ini sangat bagus karena terjadi circular economy," kata John.
John menegaskan melalui penerapan ESG, risiko terhadap efek negatif itu selalu jadi pertimbangan sejak dari menentukan investasi, menyusun strategi bisnis hingga menjalankan operasional.
“Komitmen ini sesungguhnya lebih luas dan berdampak dibandingkan dengan CSR yang seringkali tidak bersentuhan dengan proses bisnis, karena itu Lippo juga berkomitmen untuk penerapan prinsip tersebut dari seluruh aktivitasnya,” tutup John.