Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan juga mengatakan, kenaikan harga minyak goreng karena melonjaknya harga minyak kelapa sawit internasional.
Baca juga: Ketua MPR Dukung Gugatan Pemerintah atas Pelarangan Ekspor CPO ke Uni Eropa
"Pemerintah akan memantau sesuai harga acuan khusus untuk minyak goreng kemasan sederhana, sedangkan untuk kemasan lainnya tetap mengikuti mekanisme pasar," ucap Oke saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Meski harga mengalami kenaikan, kata Oke, pemerintah belum berencana melakukan operasi pasar untuk menekan harga komoditas tersebut.
"Operasi pasar tidak ada, karena yang saya pastikan ketersediaan dalem negeri. Jangan sampai mereka produknya diekspor, artinya pemuhi dulu kebutuhan dalam negeri," tutur Oke.
Pernyataan Pemerintah
Mengutip Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Internasional (PIHPS), Rabu (27/10/2021), harga minyak goreng curah naik 0,16 persen atau Rp 100 menjadi Rp 16.500 per kilo gram.
Sementara, harga minyak goreng kemasan bermerek 1 senilai Rp 17.350 per kg, naik 0,29 persen atau Rp 50, dan harga minyak goreng kemasan bermerek 2 naik 0,34 persen atau Rp 50 menjadi Rp 16.850 per kg.
Harga minyak goreng terendah ada di Kepulauan Riau senilai Rp 15.850 per kg, dan tertinggi di Gorontalo Rp 20.150 per kg.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri, karena melonjaknya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) di pasar internasional.
"Minyak goreng ini kan bahan bakunya CPO. Jadi Harga minyak goreng tetap mengikuti mekanisme pasar, saat ini harga minyak goreng sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga CPO," kata Oke.
Sementara itu pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengungkapkan, kenaikan harga minyak goreng disebabkan adanya kekurangan pasokan akan minyak nabati (oils) dan minyak hewani (fats) di pasar global.
"Pandemi ini membuat suasana lapangan produksi semua serba tak jelas. Produksi minyak nabati dan minyak hewani semua menurun dibandingkan dengan produksi di tahun sebelum adanya pandemi.
Intinya, seperti hukum ekonomi, di mana antara supply dan demand terjadi kepincangan maka pasokan dunia sangat berkurang," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/10/2021).
Ia mengatakan produksi minyak nabati dan hewani telah menurun sebanyak 266.000 ton pada 2020. Penurunan produksi tersebut juga terjadi pada 2021.