Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Kementerian PUPR melalui Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Nusa Tenggara I (BPPNT I) meningkatkan kualitas 300 rumah tak layak huni menjadi Sarana Hunian Pariwisata atau Sarhunta.
Balai Perumahan, Kasi Wilayah 2 Nusa Tenggara Barat Dudi Mustofa, mengatakan kegiatan peningkatan kualitas hunian dimulai dari tahun 2020, tepatnya perencanaan di bulan Mei dan pelaksanaan fisik kegiatannya tanggal 17 Agustus 2020 sampai dengan 31 Desember 2020.
"Alhamdulillah per 31 Desember 2020 telah terlaksana sejumlah 915 unit rumah program peningkatan kualitas. Kebetulan untuk yang homestay ada 398 rumah. Berada di Kawasan Mandalika ada 300 rumah dan di kawasan Gili Air ada 98 rumah," tutur Dudi saat kunjungan ke Kampung Homestay di Dusun Bangan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis (4/11/2021).
Konsep kegiatan peningkatan kualitas hunian bersifat pemberdayaan, sehingga masyarakat dilibatkan dalam proses pelaksanaan, dari mulai perencanaan teknis sampai kegiatan.
Untuk anggaran kegiatan, disediakan total Rp 62 miliar dengan proporsi 30 persen untuk upah tukang atau sekitar Rp 18 miliar dan sisanya Rp 44 miliar untuk bahan bangunan.
"Dalam proses kegiatan ini masyarakat kita libatkan, dari mulai survei awal kami dari balai beserta teman-teman dari stakeholder mengidentifikasi potensi dari rumah-rumah yang tidak layak huni kita tingkatkan kualitasnya menjadi layak huni dan berfungsi usaha sebagai homestay dan sebagainya," jelas Dudi.
Baca juga: Bangkitkan Sport Tourism, Balap Sepeda LEtape Indonesia Dihelat di Mandalika Awal 2022
Dari kegiatan BPPNT I melibatkan sekitar 5.000 tukang dengan fokus pembangunan untuk masyarakat kurang mampu yang kebanyakan berprofesi petani dan nelayan, serta beberapa warga yang bekerja di bidang wisata.
"Tipe-tipe dari rumah yang dikembangkan yaitu berkonsep dari Bale Lumbung dan Balai Bonter. Jadi konsepnya rumah lumbung dan mengedepankan konsep suku Sasak. Jadi rata-rata ini seperti bale lumbung atau seperti layaknya lumbung padi dengan atap menjuntai, kemudian ada juga bale Bonter yang merupakan konsep kalau mau masuk ke rumah orang saat bertamu, kita harus menunduk sebagai penghormatan terhadap tuan rumah," tambahnya.
Sarhunta yang dibuat memiliki standar homestay internasional dengan luasan 12 m2, ditambah dengan kamar mandi standar internasional.
"Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas Sarhunta maksimal Rp 115 juta, jadi sangat bervariasi ada yang kebutuhannya hanya Rp 90 juta, ada juga yang dimaksimalkan Rp 115 juta. Kemudian pemilik rumah juga harus berkontribusi, mereka diwajibkan swadaya dari landscapenya maupun pondasinya dan memasangnya," ucap Dudi.
Dudi menambahkan bahwa saat ini homestay yang telah berdiri tersebut sudah mulai di sewa oleh para turis.
"Alhamdulillah selama ini sudah ada yang menggunaka sekitar 3 orang dan saat ini harga promo sebesar Rp 150.000 sehari. Mereka juga sediakan nasi goreng," terangnya.