News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Ungkap Biang Kerok Bunga KPR Masih Tinggi hingga Jadi Beban Konsumen

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat keuangan Ariston Tjendra mengungkapkan biang kerok bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih tinggi hingga jadi beban untuk konsumen.

Menurut dia, tingginya bunga KPR, meski suku bunga Bank Indonesia (BI) sudah di level rendah karena terkait faktor cost of fund (CoF) perbankan.

Cost of fund sendiri merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan oleh pihak bank untuk memperoleh sejumlah dana tertentu dari nasabahnya, baik simpanan giro, tabungan, dan deposito.

Baca juga: Bunga KPR Masih Tinggi, Komisi XI Akan Panggil BI dan OJK

"Terkait KPR, ini kan kredit jangka panjang ya. Pastinya hitung-hitungan cost of fund-nya beda dengan kredit jangka pendek," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Selasa (9/11/2021).

Kendati demikian, memang saat ini cost of fund rata-rata perbankan sudah menurun berdasarkan dari laporan survey BI kuartal II 2021 yakni berada di kisaran 4,37 persen.

"Namun, karena KPR ini jangka panjang mungkin cost of fund-nya lebih tinggi karena lamanya waktu, risiko juga lebih tinggi. Jadi, meskipun CoF turun, tapi suku bunga KPR tidak turun jauh," kata Ariston.

Di sisi lain, dia menambahkan, penurunan bunga KPR akan menyesuaikan dengan CoF yang didapat oleh perbankan dan ini tentunya tidak akan menggerus margin bank.

"Justru penurunan bunga KPR bisa jadi meningkatkan bisnis KPR bank karena bunga rendah menarik nasabah baru. Sementara kalau solusinya, yang jelas intinya di CoF, bisa tekan CoF, bunga KPR pasti turun," pungkasnya.

Suku Bunga Acuan BI Turun, Bunga KPR Masih Tinggi, Ekonom CORE: Anomali Sektor Keuangan

Bank Indonesia (BI) diminta sadar bahwa kebijakannya terkait suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate) tidak berpengaruh ke bunga kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan.

Hal tersebut disampaikan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menyikapi masih tingginya bunga KPR, padahal suku bunga acuan BI telah turun ke posisi 3,50 persen.

Baca juga: Kejar Target KPR Non Subsidi Rp 10,3 Triliun, BTN Bidik Kalangan Milenial

"Suku bunga adalah domainnya BI. Kalau BI sendiri belum memahami sepenuhnya apa yang menyebabkan suku bunga kredit rigid (kaku) dan tidak mau turun, maka belum akan ada kebijakan yang akan mampu menurunkan suku bunga," papar Piter.

Menurut Piter, rendahnya suku bunga acuan BI yang tidak diikuti bunga KPR perbankan, merupakan anomali sektor keuangan.

Baca juga: BTN Siapkan KPR Suku Bunga Rendah dan Angsuran Terjangkau Bagi Kaum Milenial

"Suku bunga kredit perbankan kaku dan tidak mau turun ketika suku bunga acuan BI sudah bergerak turun. Sekaligus hal ini menunjukkan tidak efektif kebijakan suku bunga bank Indonesia," ucap Piter.

Ia menyebut, anomali sektor keuangan tersebut sudah sangat lama berlangsung dan sampai saat ini belum ada upaya yang dilakukan secara sungguh-sungguh mengatasi.

Bahkan, kata Piter, belum juga ada penjelasan mengapa anomali ini terjadi, padahal permasalahan ini harus segera diselesaikan untuk kepentingan masyarakat.

"Kalau kita ingat ke berbagai kebijakan masa lalu. Misalnya tahun 2016, Pak Jokowi mencanangkan kalau 1 januari suku bunga sudah turun menjadi single digit, tapi kenyataannya tidak pernah turun. Saat itu OJK sudah turun tangan memaksa bank-bank untuk menurunkan suku bunga," paparnya.

BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3,5 Persen pada Oktober 2021

Bank Indonesia memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan alias BI 7 days reverse repo rate dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2021 di level 3,50 persen.

Baca juga: Kebijakan DP 0 Persen Untuk KKB dan KPR Kemungkinan Diperpanjang Hingga 2023

Gubernur BI Perry Warjiyo, mengungkapkan ini sejalan dengan perlunya bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan karena ketidakpastian di pasar keuangan global.

Perry menambahkan, dengan melihat mencermati berbagai hal, Rapat Dewan Gubernur BI yang diselenggarakan pada18 - 19 Oktober 2021 memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 3,50 persen.

Baca juga: Harga Pertalite di Sorong Sentuh Rp 50.000 Per Liter, Pertamina: Tidak Ada Kelangkaan BBM

"Keputusan ini sejalan dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonmi," ujar Perry dalam keterangan pers virtual, Selasa (19/10/2021).

Selain menahan suku bunga acuan, bank sentral juga menahan suku bunga deposit facility sebesar di level 2,75 persen dan suku bunga lending facility di level 4,25 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini