Terdapat kabupaten dengan angka pengangguran sangat tinggi dan mayoritas penduduknya masih bertani, namun karena kabupaten tersebut memiliki wilayah industri sehingga dipaksa memiliki nilai UMK yang sangat tinggi.
“Apabila kita mencermati UM yang ada saat ini tidak memiliki korelasi sama sekali dengan angka rata-rata konsumsi, median upah atau bahkan tingkat penganggurannya,” ujarnya.
Berdasarkan UU Cipta Kerja, saat ini sudah tidak ada lagi penangguhan UM, sehingga seluruh perusahaan wajib membayar upah sekurang-kurangnya sebesar UM tahun 2022 atau sebesar UMS yang masih berlaku.
Bagi perusahaan yang membayar upah di bawah UM akan dikenakan sanksi pidana.
Pernyataan Pengusaha
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyakini aksi mogok kerja nasional oleh buruh menolak kebijakan upah minimum pada 2022, tidak akan terlaksana.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Hariyadi Sukamdani, menyikapi rencana Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan berbagai federasi buruh mogok kerja selama tiga hari sejak 6-8 Desember 2021.
"Terus terang ya, saya tidak yakin seperti apa yang disuarakan (akan mogok kerja nasional). Sekarang ini zamannya lagi susah, perusahaan juga lagi sulit-sulitnya," ucap Hariyadi saat dihubungi, Rabu (17/11/2021).
Hariyadi menyebut, dalam aturan ketenagakerjaan, tidak ada yang namanya mogok kerja nasional. Namun, mogok kerja dapat terjadi jika perundingan pemerintah, pengusaha dan pekerja tidak tercapai.
"Mogok kerja nasional itu tidak dikenal. Sehingga kalau mogok nasional, kami keberatan dong, itu kan urusannya di luar dari perusahaan," paparnya.
Jika buruh tetap melakukan mogok kerja nasional, kata Hariyadi, perusahaan akan menerapkan aturan yang ada, dan menerapkan sanksi sesuai aturan.
"Kami akan tegas, terapkan aturan yang ada dan akan ada sanksi. Kita mesti lihat juga, yang diperlukan sekarang stabilitas, bagaimana namanya penyerapan tenaga kerja sangat signifikan," ujar Hariyadi.
Rencana mogok kerja nasional dilakukan buru sebagai bentuk protes atas penetapan rata-rata upah minimum yang naik 1,09 persen tahun depan, dan berlaku batas atas-batas bawah. (Tribunnews.com/ Seno Trisulistiyono/Reynas Abdila/Kontan/Titis Nurdiana)