Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah mengumumkan rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 1,09 persen.
Di mata para buruh, perhitungan pemerintah dalam menaikkan persentase gaji di tahun 2022, tidak tepat. Sehingga hal tersebut dinilai sangat kecil sekali.
Tak hanya buruh, pengamat ekonomi juga menilai angka 1,09 persen tidak tepat.
Baca juga: Tolak Kebijakan Upah Minimum, Buruh Dikabarkan Bakal Mogok Kerja Nasional, Ini Reaksi Apindo
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkapkan, besaran gaji buruh yang kecil dapat menghambat kinerja konsumsi dan daya beli masyarakat.
Sehingga juga memiliki dampak kepada pertumbuhan ekonomi yang melambat.
"Ini menyebabkan konsumsi dan daya beli rumah tangga justru terhambat," ungkap Bhima saat dihubungi Tribunnews, Rabu (17/11/2021).
Baca juga: Protes Kenaikan Upah Minimum Hanya 1,09 Persen, Buruh Ancam Gelar Aksi Mogok Nasional Bulan Desember
"Kenapa? Upah minimum setidaknya naik di atas inflasi dan di atas pertumbuhan ekonomi. Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki uang lebih untuk dibelanjakan," sambungnya.
Bhima juga mengatakan, kenaikan gaji yang cuma 1 persen dinilainya kurang mengakomodasi kepentingan dari para buruh.
Seperti diketahui, saat ini masyarakat masih berada di masa sulit imbas pandemi Covid-19.
Ditambah lagi, Pemerintah belum lama ini memutuskan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik, dari 10 persen menjadi 11 persen mulai April 2022.
Hal-hal seperti itu dinilainya sangat tidak memihak kepentingan pekerja.
"Tahun depan ada kenaikan PPN 10 sampai 11 persen. Kebijakan ini kan tidak mengakomodasi kepentingan dari para pekerja," jelas Bhima.
"Ini sebenarnya cukup berisiko menghambat daya beli masyarakat yang sekarang dalam masa pemulihan, dan pertumbuhan kinerja ritel juga berpengaruh," pungkasnya.
Upah Minimum Tahun Depan Cuma Naik 1 Persen, Buruh: Ini Sangat Memalukan
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) memprotes keras keputusan tersebut.
Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menjelaskan, Pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Baca juga: Kenaikan UMP Hanya 1,09 Persen, Buruh Ancam Aksi Mogok Nasional, Pengusaha: Kami Keberatan
Yang di mana, aturan tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Pemerintah sedang mempermalukan dirinya sendiri, karena terbukti membuat aturan turunan berupa PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Yang justru bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ungkap Mirah, Rabu (17/11/2021).
Baca juga: Tolak Kebijakan Upah Minimum, Buruh Dikabarkan Bakal Mogok Kerja Nasional, Ini Reaksi Apindo
Mirah kembali melanjutkan, dalam UU Cipta Kerja, kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).
Namun dalam PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh Pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja
Yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.
Nilai batas atas upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga.
Nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen.
Formula baru rentang nilai batas atas dan batas bawah dalam PP No. 36 tahun 2021 inilah yang membuat kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi.
Mirah Sumirat mengungkapkan, berdasarkan PP No. 36 tahun 2021, kenaikan UMP 2022 tertinggi adalah di DKI Jakarta menjadi sebesar Rp4.453.724 dari sebelumnya tahun 2021 sebesar Rp 4.416.186,548.
Artinya hanya naik sebesar Rp 37.538.
Sedangkan kenaikan terendah UMP tahun 2022 adalah di Jawa Tengah menjadi sebesar Rp1.813.011, atau hanya naik sebesar Rp14.032 dibanding UMP tahun 2021 sebesar Rp1.798.979.
"Artinya dengan kenaikan UMP tahun 2022 tertinggi hanya sebesar Rp37.538 dan kenaikan terendah adalah hanya naik Rp14.032," papar Mirah.
"Ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah," pungkasnya.