Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Obon Tabroni mengatakan, kenaikan upah minimum tahun 2022 sangat rendah.
Menurutnya, kenaikan upah lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai inflasi.
"Dengan kenaikan upah minimum yang nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan inflasi, maka kenaikan upah tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup," ujar Obon kepada media, Minggu (21/11/2021).
Obon menyoroti proses penetapan upah minimum yang mengabaikan prinsip perundingan bersama.
Baca juga: Upah Minimum Pekerja Tahun 2022 Rata-rata Naik 1,09 Persen, Ini Besaran UMP di 15 Provinsi Indonesia
Di mana selama ini upah minimum adalah hasil rekomendasi dari unsur tripartit yang melibatkan pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
"Terlihat dengan jelas bagaimana pemerintah melakukan intervensi dalam penetapan upah minimum 2022, yang semestinya adalah kewenangan Gubernur berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan yang bersifat tripartit," tegasnya.
Pria yang terpilih sebagai legislator dari wilayah Bekasi, Karawang, dan Purwakarta ini menilai, tidak semua wilayah dan sektor industri terdampak akibat Covid-19.
Baca juga: Tolak Kenaikan Upah Sebesar 1,09 Persen, KSPSI: Tidak Adil
Sehingga alasan bahwa banyak perusahaan tidak mampu membayar upah akibat pandemi tidak sepenuhnya benar.
Dengan kebijakan upah murah, perusahaan yang sebenarnya mampu membayar upah buruh lebih tinggi justru akan membayar sesuai dengan upah minimum.
Ia menegaskan upah rendah juga tidak menjamin pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi semakin baik.
"Jangan salah mengobati yang sakit di mana yang diobati dimana. Berdasarkan kajian World Economic Forum, maraknya korupsi justru merupakan penghambat utama investasi di Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Upah Minimum Pekerja Tahun 2022 Naik 1,09 Persen, Ini Besaran UMP di 6 Daerah Indonesia
"Praktik korupsi mengakibatkan beberapa dampak buruk terhadap investor. Dampak tersebut antara lain dapat memunculkan persaingan tidak sehat, distribusi ekonomi yang tidak merata, tingginya biaya ekonomi, memunculkan ekonomi bayangan, menciptakan ketidakpastian hukum, dan tidak efisiennya alokasi sumber daya perusahaan," tambah Odon.
Menurutnya, upah yang rendah justru akan membuat daya beli buruh merosot jatuh.
Karena buruh tidak memiliki daya beli, maka tingkat konsumsi juga akan turun. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi akan terhambat.