Utamanya dapat mempengaruhi harga barang dan terlambatnya pengiriman sehingga memunculkan kekhawatiran adanya pengalihan jalur produsen.
“Terutama yang perlu diantisipasi adalah produk HS 84, yakni produk mesin turbin dan suku cadang, dan perlengkapan elektronik (HS 85),” ujarnya.
Produk Mesin Turbin dan suku cadang (HS 84) pada triwulan III/2021 naik sebesar 10% dibanding triwulan II/2021.
Demikian juga dengan produk perlengkapan elektronik (HS 85) dan tekstil rajutan (HS 61) masing-masing naik sebesar 9,8% dan 6,4%.
Baca juga: Bongkar Bisnis Ilegal Perdagangan Satwa Langka, Resmob Sita 11 Burung Endemik Semeru di Lumajang
Hasil survei yang dilakukan oleh Economie Suisse, sebuah asosiasi pengusaha terbesar Swiss, misalnya melaporkan bahwa empat dari lima perusahaan telah terkena dampak dari keterlambatan pasokan raw material dan beberapa suku cadang seperti baja, aluminium dan kayu, semi konduktor, plastik dan produk kimia tertentu.
Survei tersebut dilakukan pada 237 perusahaan, dan sekitar 50% akan mencari alternatif untuk kesediaan produknya dengan mencari pemasok baru di negara lain.
“Indonesia perlu mengantisipasi dan mengambil langkah-langkah agar barang tidak terhambat dan memastikan importir Swiss tetap membeli dari Indonesia, terutama setelah berlakunya Indonesia-EFTA CEPA sejak 1 November 2021, “ kata Muliaman Hadad.
Di bawah payung Indonesia-EFTA CEPA, beberapa contoh komoditas yang akan mendapatkan pengurangan tarif masuk EFTA (Swiss, Liechtenstein, Iceland, dan Norway).
Antara lain pada produk fishery, palm oil, emas, alas kaki, kopi, tekstil, perlengkapan elektronik, machinery, bicycle, tyre, dan furnitur.
Pada periode Januari-September 2021, berdasarkan data BKPM, Swiss masih menempati urutan ke-2 negara dari benua Eropa dan ke-9 dari semua negara yang berinvestasi di Indonesia.
Jumlah proyek telah mencapai 287 dengan nilai 571,34 juta dolar AS pada periode Januari-September 2021.