News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wacana Naiknya CHT, Potensi Maraknya Rokok Ilegal hingga Pemerintah Diminta Hati-hati Buat Kebijakan

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petani tembakau memperlihatkan daun tembakau yang siap panen dari kebun mereka di Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Rabu (21/10/2020). Wacana Naiknya CHT, Potensi Maraknya Rokok Ilegal hingga Pemerintah Diminta Hati-hati Buat Kebijakan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pemerintah dalam menaikkan tarif cukai rokok tahun depan semakin mendekati kenyataan setelah disahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022.

Dalam APBN 2022 tersebut Cukai Hasil Tembakau (CHT) ditargetkan sebesar kurang lebih Rp 193 triliun atau naik sebesar 11,9% (Rp 20 triliun) dari target tahun ini.

Kondisi ini dinilai akan menekan kembali industri tembakau setelah kenaikan CHT di dua tahun terakhir.

Anggota Komisi IV DPR-RI Firman Soebagyo menilai kenaikan CHT kurang tepat, karena akan memberikan efek domino, salah satunya untuk peredaran rokok ilegal.

Menurutnya ini terbukti dari naiknya angka penindakan barang ilegal yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.

Ia melihat, pada tahun 2019 terdapat 21.062 penindakan dan meningkat pada 2020 dengan total 21.964 penindakan, dan hampir 50% dari total penindakan tersebut merupakan kasus rokok ilegal.

“Bahkan saya yakin lebih dari itu data-datanya (rokok ilegal), karena setiap saya kunjungan ke daerah pasti ada keluhan rokok ilegal,” kata Firman dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Senin (22/11/2021).

Baca juga: Pemerintah Tambah Barang Kena Cukai Untuk Kurangi Ketergantungan Terhadap Rokok

Firman juga merujuk pada kajian survei rokok ilegal yang dilansir oleh Indodata pada Agustus lalu. Dalam survei yang dilakukan pada 2.500 koresponden dari segala segmen umur dari seluruh daerah tersebut menyatakan, 28,12% perokok di Indonesia pernah atau sedang mengkonsumsi rokok ilegal.

Dalam hitunganya, ada sekitar 127,53 miliar batang yang beredar di masyarakat merupakan produk rokok ilegal yang tidak membayar cukai ke pemerintah dan tidak jaminan keamanan pada produknya, selain itu menurutnya negara mengalami kebocoran sebanyak Rp 53,18 triliun.

Pemerintah Diminta Berhati-hati Membuat Kebijakan Soal Cukai Rokok

Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) meminta pemerintah pusat khususnya kementerian keuangan berhati hati dalam membuat berbagai kebijakan yang berkaitan dengan industri hasil tembakau.

Baik soal kenaikan cukai rokok maupun kebijakan mengenai penerapan simplifikasi penarikan cukai. Sebab apapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan tembakau, pada akhirnya hanya akan memberatkan warga Nahdlatul Ulama atau nahdiyin.

“Bila pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan cukai rokok, sudah pasti yang paling berat terkena imbasnya adalah warga NU. Sebab petani tembakau, buruh pabrik rokok dan konsumen rokoknya adalah nadhliyin atau warga NU,” papar Wakil Ketua Umum PB NU Prof Dr Mochammad Maksum Machfoedz, dalam acara diskusi dan silaturahim daring yang membahas permasalahan tembakau dengan para pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) se Jawa dan NTB, Senin (22/11/2021).

Para Pengurus APTI se-Jawa dan NTB Yang hadir dalam diskusi tersebut antara lain, ketua APTI Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin, Ketua APTI Jawa Timur Pangeran Modo, Penasihat APTI Jawa Tengah Triyono, Pengurus APTI Temanggung Yudha Sudarmaji dan AM Sunarso, Ketua APTI Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta Martono, dan Ketua APTI Jawa Barat Suryana.

Demonstran yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) melakukan teatrikal saat aksi unjuk rasa di depan Kementerian Sekretariat Negara, di Jakarta, Senin (20/9/2021). Aksi sebagai bentuk penolakan kenaikan harga cukai rokok 2022 tersebut berujung dibubarkan petugas keamanan karena dianggap tidak memiliki izin. Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)


Lebih lanjut, wakil ketua umum PBNU yang juga Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta ini, mengingatkan pemerintah, berapapun besaran dari kenaikan cukai rokok, berapapun besar pajak yang dibebankan ke industri rokok pada akhirnya yang menanggung beban itu adalah petani tembakau buruh industri rokok dan konsumen rokok.

Lebih lanjut, Pakar Teknologi Industrsi Pertanian yang akrab dipanggail Gus Maksum ini menambahkan, apapun kebijakan pemerintah yang dapat mematikan industri hasil tembakau (IHT), akan merugikan kaum nahdiyin atau warga NU.

Untuk itu NU selalu mengingatkan pemerintah untuk bersikap bijaksana dan lebih berhati hati dalam mengambil kebijakan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan industri hasil tembakau.

Menurut Prof Mochammad Maksum, pihak NU sudah berkali kali mengingatkan pemerintah untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan industri hasil tembakau. Pihaknya sudah mempresentasikan pandangan dan sikap NU terhadap IHT kepada pemerintah. Salah satunya presentasi ke kementrian perindustrian.

Dalam diskusi tersebut para pengurus APTI se-Jawa dan NTB sepakat menolak rencana pemerintah yang akan kembali menaikan cukai rokok. Sebab bila cukai rokok kembali naik, itu berdampak pada pengurangan jumlah produksi rokok dan pengurangan pembelian tembakau hasil pertanian tembakau masyarakat.

Hal ini berakibat jatuhnya harga tembakau di kalangan para petani. Padahal sudah dua tahun berturut turut petani tembakau di beberapa daerah seperti Jogjakarta dan Jawa Timur sedang mengalami kesulitan, baik karena faktor cuaca maupun karena resesni ekonomi yang disebabkan oleh adanya pendemic Covid 19.

“Bila pemerintah kembali menaikan cukai rokok, maka yang paling dirugikan dari kebijakan menaikan kembali cukai rokok adalah petani tembakau. Petani tembakau akan semakin dirugikan apabila pemerintah melakukan simplifikasi kenaikan cukai. Beban petani tembakau akan semakin berat. Karena itu kami menolak kenaikan cukai rokok dan juga penerapan simplifikasi penarikan cukai rokok,” tegas Pengurus APTI Jawa Tengah Yudha Sudarmaji.

Baca juga: Pemerintah Diminta Tidak Menaikkan Cukai Rokok Tahun Depan

Pemerintah Kurangi Ketergantungan Cukai Rokok

Pemerintah akan menambah barang kena cukai (BKC) agar penerimaan cukai tidak hanya bertumpu pada cukai rokok. Upaya ekstensifikasi BKC ini semakin mudah diimplementasikan karena adanya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Kepala Subdirektorat Potensi dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai Aris Sudaminto mengatakan, melalui UU HPP, birokrasi pembahan kebijakan jadi lebih ringkas. Sebab, pemerintah nantinya hanya akan membahas dengan Komisi XI DPR RI.

Apabila disetujui, barang kena cukai baru akan ditertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggara terkait. Sebab, saat ini, kata Aris, aturan yang berlaku selain persetujuan Komisi XI DPR RI, pemerintah juga harus membahas usulan tambahan BKC dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Namun, Aris menegaskan, pemerintah bersama Komisi XI DPR RI pastinya akan mengajak pengusaha terkait untuk melakukan rapat dengan pendapat (RDP). Tujuannya untuk mendengar masukan dari para pengusaha, sekalikus mengetahui update kondisi sektornya dan dampak bila dibandrol cukai.

Baca juga: Komisi XI: Industri Padat Karya Terlindungi jika Cukai Rokok Tidak Naik

“Maka dengan adanya hal ini akan jadi lebih mudah, lebih sederhana, cuma ke Komisi XI, lalu dituangkan dalam APBN tahun terkait,” kata Aris dalam acar Diskusi Publik: Wajah Baru Perpajakan Indonesia Pasca-UU HPP, Selasa (23/11).

Aris menegaskan, paling dekat, pemerintah akan menerapkan cukai plastik. Sebab, kebijakan ini sempat tertunda pada tahun 2020-2021 karena pemerintah menilai industri plastik dalam negeri terdampak negatif akibat pandemi.

Padahal, sebetulnya pemerintah sudah punya dasar hukum penerapan cukai plasyik sebagaimana Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Namun belum diterapkan karena aturan pelaksananya, yakni peraturan pemerintah (PP) cukai plastik masih dalam pembahasan.

“BKC saat ini sangat-sangat terbatas. Dalam hal penerimaan negara, untuk menambah target penerimaan maka yang dinaikan lagi-lagi tarif CHT. Penerimaan cukai kalau didominasi satu (BKC) saja kalau ada masalah atau yang tidak terduga dengan industrinya maka akan goyah,” ujar Aris.

Selain cukai plastik, selanjutnya pemerintah akan menerapkan cukai terhadap minuman berpemanis. Hanya saja, Aris belum bisa memberi tahu kapan akan diterapkan.

Yang jelas, Aris bilang, penambahan BKC baru di Indonesia sangat penting. Sebab, masih banyak konsumsi barang-barang yang perlu dikontrol agar tidak berdampak buruk bagi lingkungan hingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Baca juga: Buruh Khawatir Jika Pemerintah Tetap Naikkan Cukai Rokok pada 2022, Tenaga SKT Paling Berdampak

Terlebih, saat ini hanya terdapat tiga BKC antara lain cukai etil alkohol (EA), cukai minuman menggangdung etil alkohol (MMEA), dan cukai hasil tembahau (CHT) atau rokok. Sementara di negara lain seperti Singapura tedapat 5 BKC, bahkan Thailand mencapai sekitar 15 BKC.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengatakan, sebelum menambah BKC, pemerintah terlebih dulu musti membenahi pengawasan. Sepemantauannya, dengan tiga BKC saja penyelundupan rokok hingga minuman keras ilegal masih sering terjadi.

Bahkan, pita cukai juga kerap dipalsukan. Dus, ia menilai bahwa harus ada keseimbangan antara tujuan pemerintah untuk mengenakan cukai sebagai tambahan penerimaan negara dengan pengawasan.

“Tanpa diawasi pemerintah bisa lupa karena kalau ga diawasin banyak antek-antek liar. Nah ini pesen dalam penyusuan PP dan regulasi harus terbuka. Sampai Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-nya tolong dilibatkan stakeholder jangan dilewatkan,” ujarnya dalam acara yang sama.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Anggota Komisi IV DPR ingatkan potensi merebaknya rokok ilegal dari kenaikan cukai

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini