News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Apindo Ungkap Investor Asing Khawatir dengan Polemik UU Cipta Kerja

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani. Apindo Ungkap Investor Asing Khawatir dengan Polemik UU Cipta Kerja

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan para investor asing yang menanamkan modal di Indonesia mulai cemas.

Itu berkaitan polemik Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU no 11 tahun 2020 atau UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.

"Investor luar negeri menanyakan kepada kami. Ini bagaimana nasib dari pada Undang-Undang (Cipta Kerja) yang kalian bikin sebetulnya mau bagaimana, apakah mau diubah semuanya," kata Hariyadi dalam konferensi pers, Jumat (26/11/2021).

Hariyadi menekankan amar putusan yang disampaikan MK menyebut aturan upah minimum 2022 tetap berjalan, meski MK memutuskan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Aturan upah minimum 2022 diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

"Kalau kita baca kembali amar putusannya gugatan klaster ketenagakerjaan yang diwakili satu di antaranya seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas sudah ditolak oleh MK," tutur Hariyadi.

Baca juga: Apindo: Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Multitafsir

Ia menuturkan PP 36 Tahun 2021 dan turunannya tetap efektif berjalan.

"Kita ingin meluruskan jangan sampai nanti dinamika di lapangan itu memanas. Tapi tidak tahu substansinya apa," imbuhnya.

UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat

Uji materi omnibus law Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuahkan hasil positif. Omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja diputuskan inkonstitusional.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan UU 11/2020 Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Ribuan buruh demo di depan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat pada Kamis (25/11/2021) tuntut pembatalan UU Cipta Kerja dan Naikkan Upah Minimum 2022 sebesar 7-10%, serta pencabutan SE Menaker RI terkait penetapan upah (Larasati Dyah Utami)

Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU 11/2020 Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis (25/11/2021).

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Anwar.

Adapun dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak memegang azas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.

Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap subtansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.

Baca juga: Apindo: Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Tak Berdampak ke Iklim Investasi

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja inkostitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.

Selain itu, Mahkamah menyatakan seluruh UU yang terdapat dalam omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.

Anwar pun menyebut bahwa pihaknya juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dari omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja. Tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

"Menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk Undang-Undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka Undang-Undang atau pasal-pasal atau materi muatan Undang-Undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar.

Perkara itu diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.

Baca juga: MK Nyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional, PKS Bilang Sejak Awal Memang Bermasalah

Sebagai pemohon I uji materi omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja , Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas khawatir berlakunya UU Cipta kerja dapat menghapus ketentuan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Kerugian hak konstitusional Hakiimi antara lain seperti terpangkasnya waktu istirahat mingguan, menghapus sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.

Kemudian, pemohon II uji materi omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja yakni Novita Widyana yang merupakan pelajar, merasa dirugikan karena setelah lulus ia berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.

Sementara itu, pemohon III, IV, dan V yang merupakan mahasiswa di bidang pendidikan Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito merasa dirugikan karena sektor pendidikan masuk dalam omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja. Mereka menilai dengan masuknya klaster pendidikan di omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja bisa membuat pendidikan menjadi ladang bisnis. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini