TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik penambangan sumur minyak ilegal masih menjadi persoalan di industri hulu migas Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, saat ini setidaknya terdapat kurang lebih 4.500 sumur ilegal di Indonesia.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan, jumlah minyak harian yang dihasilkan dari praktik lifting minyak secara ilegal ini ditaksir berkisar 2.500 - 10.000 barel minyak per hari alias barrel oil per day (bopd).
Baca juga: Usai Tambang Emas Liar, Polisi Obrak Abrik Sumur Bor Minyak Ilegal di Muratara
“Angkanya dinamis. Ini dihasilkan dari reservoir yang dangkal, jadi kalau sudah diambil habis pindah lagi, ambil habis pindah lagi,” tutur Tutuka dalam diskusi virtual ‘Mencari Win-Win Solution untuk Sumur Minyak Ilegal, Selasa (21/12/2021).
Praktik penambangan sumur minyak ilegal tersebar di berbagai daerah. Wilayah Jambi dan Sumatera Selatan termasuk daerah yang di dalamnya marak terjadi pengusahaan sumur minyak ilegal menurut catatan Tutuka.
Tutuka berujar, penanggulangan sumur minyak ilegal di luar Pulau Jawa terbilang sulit lantaran banyak terjadi di tengah hutan yang sukar dijangkau oleh kendaraan.
Baca juga: KKKS MontDOr Memulai Pengeboran 4 Sumur Pengembangan di Blok Tungkal Jambi
Fenomena penambangan sumur minyak ilegal dinilai membawa sejumlah kerugian. Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Minyak Bumi dan Energi Terbarukan (ADPMET), Andang Bachtiar menilai, dampak kerugian yang ditimbulkan sumur minyak ilegal pada pendapatan daerah bisa dikatakan minim.
Hanya saja, dampak lain berupa kerusakan lingkungan serta risiko keselamatan akibat praktik produksi sumur minyak ilegal yang tidak sesuai prosedur tidak bisa ditolerir.
“Apa pengaruhnya terhadap pendapatan perekonomian daerah, minimum sekali, tapi yang menonjol adalah tanggung jawab yang kerusakan yang terjadi dan keselamatan kecelakaan dan sebagiannya, itu yang mengemuka sebenarnya,” ujar Andang di acara yang sama.
Tenaga Ahli SKK Migas, Ngatijan mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian soal penanganan sumur minyak ilegal. Dari kajian itu, pihaknya menyimpulkan bahwa praktik produksi sumur minyak ilegal bisa diatasi melalui 2 cara, yaitu penertiban/penegakan aturan hukum atau hard approach, serta membuat payung hukum atau regulasi baru untuk pengelolaan sumur minyak tua agar bisa bermanfaat untuk masyarakat.
Regulasi baru ini, kata Ngatijan, baiknya dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri (permen) ESDM dan Peraturan Presiden.
“Kenapa perpres, karena ini lintas instansi, baik kemudian pemerintah (kementerian) lingkungan hidup, kemudian aparat dan juga pemda sehingga evaluasi kami tim kajian ini menilai perlu dibentuknya suatu perpres untuk dilakukan penanggulangan (sumur minyak ilegal) ini,” ujar Ngatijan.
Ngatijan memberi catatan, penertiban/penegakan hukum yang dilakukan terhadap praktik pengeboran sumur minyak ilegal juga harus tetap memperhatikan potensi dampak sosial yang ditimbulkan agar tidak memunculkan persoalan baru.
Baca juga: Proyek Sumur Resapan di Rusun Bidara Cina Terbengkalai, Warga Khawatir Anak-anak Jatuh ke Dalamnya
Selain itu, kedua pendekatan yang ia singgung, yakni penertiban dan pembentukan regulasi, juga perlu disertai dengan edukasi kepada masyarakat seputar dampak kerusakan lingkungan yang timbul dari sumur minyak ilegal. Di sisi lain, upaya penertiban di hulu juga perlu dibarengi dengan penertiban bisnis hilir ilegal. “Pengangkutan, penampungan, dan penyulingan minyak ilegal harus dilarang,” tegas Ngatijan.
Tutuka menuturkan, saat ini pihaknya tengah menyusun revisi Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Tutuka bilang, beleid tersebut hanya mengatur definisi soal sumur tua, belum mengatur sumur pengelolaan masyarakat.
Adapun poin-poin yang menjadi usulan revisi meliputi; (1) melakukan definisi tambahan untuk sumur pengelolaan masyarakat di dalam maupun luar wilayah kerja, (2) mengatur tim koordinasi, (3) menambahkan pengaturan pengelolaan sumur tua oleh BUMDes, (4) melakukan pengaturan untuk pengelolaan dan pemroduksian sumur minyak yang dikelola masyarakat di dalam wilayah kerja, (5) penerapan pengaturan sumur minyak bumi oleh masyarakat di luar wilayah kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, (6), penegasan aspek lingkungan, (7) pengaturan harga acuan ongkos angkat angkut, (8) penguatan fungsi pembinaan dan pengawasan BUMD/KUD (Koperasi Unit Desa) oleh Pemda.
“Jadi kita mengambil jalan bahwa pemberdayaan diutamakan. Namun apabila melanggar tetap kita mengharapkan aparat untuk melakukan tindakan, jadi balance antara penegakan hukum dan pemberdayaan pembinaan,” tutur Tutuka.
artikel ini sudah tayang di KONTAN dengan judul Kementerian ESDM: Praktik Penambangan Sumur Minyak Ilegal Masih Marak