TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga komoditas pangan pokok meningkat sejak beberapa hari menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) ini. Terakhir, konsumen dibuat kaget karena kenaikan harga telur ayam ras.
Pedagang telur ayam ras di Pasar Summarecon Bekasi Junaidi menuturkan saat ini per kilogram telur dibanderol Rp 31 ribu.
"Kemarin harga telur masih Rp26 ribu hari ini naik signifikan," katanya kepada Tribun Network, Kamis (23/12).
Baca juga: Resep Bolu Gulung Cokelat Cukup Pakai 5 Telur, Cocok untuk Hantaran Natal, Simak Cara Membuatnya
Baca juga: Harga Telur Ayam Ras Sentuh Rp 31 Ribu Per Kg Jelang Natal dan Tahun Baru
Ia menuturkan banyak pelanggannya yang kaget dengan kenaikan harga telur jajakannya.
Namun, karena alasan kebutuhan penjualan telur tetap dicari oleh rumah tangga atau untuk dagangan kuliner.
"Biasanya ya pelanggan beli nggak sampai satu kilo yang penting dia punya telur dulu," tukasnya.
Junaidi mengaku tidak mengetahui pasti penyebab kenaikan harga telur.Dirinya hanya mengikuti harga yang dijual supplier sehingga ada margin keuntungan dari hasil jualannya.
"Kalau dari supplier ngasih harga naik. Mau tidak mau kita juga harus ikut naik karena bayar sewa," jelas dia.
Sementara, dikutip dari berita Kompas.com Sabtu (25/12/2021), harga telur ayam ras di pasaran di wilayah Jabodetabek berkisar Rp 31.000-Rp 35.000 per kilogramnya.
Bahkan, di beberapa pasar, harga telur ayam ras ada yang mencapai angka Rp 40.000 per kilogramnya.
Padahal di saat kondisi normal, harga telur ayam ras hanya berkisar Rp 22.000-Rp 26.000.
Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian bahwa harga telur ayam ras di tingkat produsen secara rata-rata nasional seharga Rp 21.489 per kg per Rabu (22/12/2021).
Kemudian harga telur ayam ras di tingkat konsumen secara rata-rata nasional seharga Rp 25.750 per kg.
Artinya harga jual telur ayam ras per hari Kamis (23/12/2021) mengalami kenaikan di atas rata-rata tingkat konsumen.
Penyebab harga telur naik tajam
Kenaikan harga telur ayam yang meningkat tajam ini tentu menimbulkan pertanyaan, apa yang menjadi penyebabnya?
Merespons kenaikan tajam harga telur ayam ras di pasaran, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, terdapat sejumlah penyebab harga telur naik ekstrem.
Di antaranya, adalah karena adanya perubahan harga pakan ayam. “Penyebabnya adalah harga pakan yang tinggi,” ujar Nurwan saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/12/2021).
Di samping itu, menurutnya permintaan pasar juga menguat karena adanya momen menjelang Natal dan Tahun Baru.
Nurwan menuturkan, selama empat bulan terakhir ini, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sudah sangat berpengaruh pada penurunan harga telur.
Pasalnya selama PPKM, hotel, restoran, kafe ditutup, sehingga peternak hanya mengandalkan daya beli masyarakat yang juga sedang turun.
Adanya momen Natal dan Tahun Baru saat ini menurutnya menjadi momen yang pas untuk kenaikan harga.
“Ini momentum yang pas bagi peternak setelah sejak Juli harga jatuh,” katanya lagi.
Harga cabai dan ayam juga ikut naik
Di masa libur Natal dan Tahun Baru memang kerap terjadi kenaikan harga-harga komoditas pangan. Selain telur, komoditas pangan lainnya yang harganya ikut naik adalah cabai, bawang, hingga ayam.
Berdasarkan pantauan Kompas.com pada situs Kemendag, harga cabai rawit pada 3 Desember 2021 masih tercatat Rp 58.300 per kilogramnya.
Namun pada 24 Desember harganya melonjak drastis menjadi Rp 94.800 per kilogramnya. Tak hanya jenis cabai rawit, harga cabai merah juga ikut naik, meski tidak sedrastis cabai rawit.
Harga cabai merah naik dari Rp 42.300 menjadi Rp 49.400. Hal yang sama juga terjadi pada cabai merah keriting, dari Rp 42.000 menjadi Rp 51.300.
Sementara untuk bawang merah, naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 28.300. Kemudian daging ayam ras harganya juga naik dari Rp 34.700 menjadi Rp 36.000.
Stok Daging Sapi Stabil
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH Kementerian Pertanian (Kementan) Nasrullah memastikan, stok dan harga komoditas peternakan tetap stabil.
Pihaknya telah melakukan monitoring mingguan stok dan harga di pasar.
"Ketersediaan stok komoditas peternakan masih stabil, begitu juga harga tidak ada kenaikan signifikan," ujar Nasrullah.
Ia menjelaskan stok sapi di kandang dari lima wilayah (Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur) tercatat 144.151 ekor dan yang siap potong sebanyak 108.336 ekor.
Sementara stok kerbau di kandang juga tercatat sebanyak 2.797 ekor dan yang siap potong 1.735 ekor.
Nasrullah menambahkan, stok daging sapi/kerbau bakalan impor siap potong setara daging per 17 Desember 2021 mencapai 21.100 ton.
Sedangkan daging sapi/kerbau beku tersedia sebanyak 25.687 ton.
Dari sisi harga, rata-rata harga secara nasional sapi hidup tingkat produsen seharga Rp48.793 per kg berat hidup.
Harga tertinggi ada di Provinsi Kepulauan Riau dengan mencapai Rp59.500 per kgBH dan harga terendah tercatat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) seharga Rp34.800 per kgBH.
Sementara harga daging sapi di tingkat konsumen memang mengalami fluktuatif, namun tidak signifikan. Rata-rata secara nasional harga daging sapi masih di harga Rp118.650 per kg.
"Catatan paling mahal di Provinsi Sumatera Barat seharga Rp132.500 per kg dan paling murah di Provinsi Kepulauan Riau dengan harga Rp92.00 per kg," urainya.
(Tribun Network/Reynas Abdila) (Sumber:Kompas.com/Nur Rohmi Aida/Maulana Ramadan)