Pemberitahuan rencana mogok kerja itu disampaikan serikat pekerja melalui Surat dengan Nomor 113/FSPPB/XII/2021-TH bertanggal 17 Desember 2021 yang ditandatangani Presiden FSPPB Arie Gumilar dan Sekretaris Jenderal FSPPB Sutrisno.
Adapun aksi mogok kerja rencananya akan diikuti pekerja Pertamina Group, anggota Serikat Pekerja Pertamina yang tergabung dalam FSPPB dan akan dilakukan diseluruh wilayah kerja Pertamina holding dan subholding.
Dari kabar yang beredar, alasan rencana mogok adalah soal pemangkasan gaji yang dilakukan manajemen Pertamina.
Menambah Kegaduhan
Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersatu) menyesalkan rencana aksi mogok yang akan dilakukan sejumlah pekerja PT Pertamina (Persero) yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
Tri Sasono, Sekretaris Jenderal FSP BUMN Bersatu, mengatakan, rencana aksi mogok yang akan dilakukan FSPPB hanya akan menambah kegaduhan di internal Pertamina.
Apalagi, dalam rencana aksi mogok kerja tersebut, FSPPB juga menuntut Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencopot jabatan Nicke Widyawati dari posisi Direktur Utama Pertamina. "Sebab, tuntutan ini bukan domain dari tujuan pekerja dalam berserikat," kata Tri dalam keterangan resminya, Selasa (28/12).
Lain halnya, lanjut Tri, jika ancaman mogok kerja FSPPB dipicu oleh keputusan manajemen Pertamina yang melakukan pemotongan gaji karyawan di tengah penerapan work from home (WFH) selama pandemi Covid-19.
"Kalau ada kebijakan pemotongan gaji pada masa pandemi, ini baru bisa masuk domain tuntutan pekerja," imbuh Tri.
Tri menambahkan, tidak ada alasan bagi manajemen Pertamina untuk memangkas gaji karyawan. Pasalnya, di bawah kepemimpinan Nicke, kinerja Pertamina semakin mengkilat.
Baca juga: Organda: Sebagai Anak Bangsa, Harusnya Serikat Pekerja Pertamina Menahan Diri
Tri mencontohkan kinerja Pertamina di sepanjang semester I-2021. Pada periode tersebut, Pertamina berhasil membukukan laba bersih sebesar US$ 183 atau setara Rp 2,6 triliun.
Realisasi pencapaian laba bersih ini berbanding terbalik dengan kinerja Pertamina pada tahun 2020 lalu yang mencatat rugi US$ 768 juta.
Karena itu, Tri menilai, kisruh dan rencana aksi mogok kerja yang terjadi di Pertamina, bukan karena faktor kebijakan manajemen. Kondisi itu lebih disebabkan ketidakmampuan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam meredam konflik internal di perusahaan.
Karena itu, FSP BUMN Bersatu meminta Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengevaluasi kinerja Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina. "Ahok ditempatkan Jokowi di Pertamina untuk bekerja, bukan untuk membuat gaduh," tegas Tri.