TRIBUNNEWS, JAKARTA -- Dunia perbankan pada 2022 ini diprediksi bakalan prospektif mengingat ramalan angka penyaluran kredit bakal melonjak.
Ramalah tersebut turut mendorong emiten perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Faktor pemulihan ekonomi akan jadi pendongkrak kinerja sektor perbankan di BEI.
Analis Mirae Asset Sekuritas Handiman Soetoyo dalam risetnya pada 29 November 2021 menuliskan, pada 2022 ini pulihnya aktivitas ekonomi akan mendorong pertumbuhan kredit hingga 10,2%.
Menurutnya, sektor telekomunikasi, manufaktur, dan sektor yang berkaitan dengan komoditas akan menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan kredit di tahun ini.
Baca juga: Emiten Batubara Kena Dampak Larangan Ekspor
Ia juga melihat, likuiditas di tahun ini masih akan berlimpah, melanjutkan tren yang terjadi di tahun lalu. Selain itu, sektor perbankan juga akan mencatatkan perbaikan kualitas aset.
Handiman menilai, belakangan ini perbaikan kualitas sudah berlangsung tercermin dari Non Performing Loan (NPL) industri perbankan yang sudah berada di 3,19% per September 2021, setelah mencapai puncaknya di level 3,31% pada Juli 2021.
“Kami melihat perbaikan kualitas aset seharusnya masih akan berlanjut di tahun ini. Ditambah lagi, dengan membaiknya ekonomi, total pinjaman yang direstrukturisasi juga akan turun dan membuat biaya provisi yang lebih rendah,” tulis Handiman dalam riset yang dikutip Kontan.co.id.
Baca juga: Aturan Baru BEI soal Pencatatan Saham Incar Emiten New Economy
Analis BRI Danareksa Sekuritas Eka Savitri dalam risetnya pada 23 November 2021 menuliskan, dengan semakin longgarnya pembatasan sosial, serta pemulihan aktivitas ekonomi secara bertahap, pada 2022 diproyeksi permintaan kredit akan meningkat.
Menurutnya, para perbankan sudah siap seiring dengan mereka punya likuiditas yang berlimpah. Di satu sisi, para perbankan juga masih mampu menjaga Cost of Fund (CoF) mereka di tengah turunnya bunga deposito berjangka dan rendahnya eksposure ke instrumen deposito berjangka.
“Memperhitungkan faktor-faktor tersebut, serta potensi kenaikan suku bunga acuan paling banyak sebesar 50bps menjadi 4,0%, kami proyeksikan pertumbuhan kredit di tahun 2022 sebesar 7,1% secara year on year (yoy).
Dari sisi kinerja, Eka memproyeksikan laba bersih sektor perbankan di tahun ini bisa tumbuh hingga 23,9%. Faktor pendorongnya adalah kenaikan NIM menjadi 5,6%, naiknya CoF sebesar 8 bps menjadi 2,3% seiring dengan likuiditas yang berlimpah.
Selain itu, biaya operasi perbankan akan tumbuh 5,3% secara yoy yang membuat Cost-to-Income Ratio (CIR) menjadi 44%.
Baca juga: IHSG Masih Dalam Tekanan, Berikut Saham yang Direkomendasikan Untuk Dikoleksi
Serta, lebih rendahnya credit cost sebanyak 201bps karena kebanyakan bank sudah melakukan pencadangan secara front loading di 2020-2021 silam.
Peluang Bank Digital
Sementara, pada sektor bank digital, Eka menilai beberapa bank digital akan mulai membukukan pendapatan bunga yang berarti di tahun ini.
Pasalnya, produk pinjaman langsung dari bank digital mulai diluncurkan di tahun ini.
Akan tetapi, ia meyakini, bagi bank digital yang menawarkan bunga deposito berjangka di atas acuan LPS, akan berada pada posisi yang lebih berisiko seiring potensi kenaikan suku bunga acuan.
Hal ini bisa memberi tekanan pada CoF serta Net Interest Margin (NIM) mereka.
Handiman justru meyakini bank digital saat ini justru overhyped terlepas dari pertumbuhan pengguna yang signifikan hingga nilai transaksinya.
Menurutnya, bank konvensional besar pada akhirnya tetap akan menjadi pemenang secara jangka panjang.
Baca juga: Jokowi Buka Perdagangan Saham, IHSG Menghijau Awal 2022
Dengan outlook kinerja emiten sektor perbankan yang berpotensi tumbuh di tahun ini, Handiman mempertahankan rating overweight untuk sektor ini.
Ia menjadikan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebagai top pick seiring dengan potensi momentum pertumbuhan laba yang signifikan masih akan berlanjut di tahun ini.
Setali tiga uang, Eka pun masih mempertahankan rating overweight untuk sektor perbankan dengan BNI sebagai top pick untuk bank konvensional. BBNI dinilai punya valuasi yang lebih menarik diiringi dengan profil risk management yang lebih baik.
Sedangkan untuk bank digital, menurutnya, Bank Jago Tbk (ARTO) diproyeksi masih akan jadi pionir di sektor bank digital lantaran punya dukungan kerjasama dengan GoTo dan produk yang ter diversifikasi dengan baik.
Berikut rekomendasi saham emiten perbankan dari para analis:
1. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI)
BBRI menargetkan segmen pinjaman mikro untuk tumbuh 14% di 2022 didukung oleh segmen mikro KUR. Pada tahun ini, BBRI juga akan diuntungkan dengan basis pengguna yang lebih besar seiring sinergi bersama Pegadaian dan PNM. Hal ini berpotensi membuat ROE BBRI lebih tinggi dan meningkatkan kualitas aset. Laba BBRI diprediksi akan naik lebih dari 50% di tahun ini seiring dengan ekspektasi pemulihan ekonomi.
Analis Sucor Sekuritas Edward Lowis merekomendasikan beli saham BBRI dengan target harga Rp 5.200 per saham.
2. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)
Kredit BBNI pada tahun ini akan didorong oleh segmen korporat, khususnya top-tier korporat. Lalu juga didorong UKM, khususnya yang berorientasi ekspor dan diaspora melalui program Xpora. BBNI baru-baru ini juga berkolaborasi dengan Shopee untuk membuka akses ke 10.000 UKM. Pada segmen digital, BBNI juga akan memperkuat BNI Mobile untuk nasabah ritel dan BNI Direct untuk nasabah pebisnis.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Eka Savitri merekomendasikan beli saham BBNI dengan target harga Rp 9.000 per saham
3. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)
BMRI akan diuntungkan dengan posisinya sebagai partner pemerintah untuk korporat dan pembiayaan proyek infrastruktur. BMRI akan merasakan akselerasi pertumbuhan kredit seiring pulihnya ekonomi dan dimulainya lagi proyek pemerintah. Alih-alih akuisisi bank kecil dan ditransformasi jadi bank digital, BMRI lebih memilih kembangkan super app Livin' by Mandiri. Bekerjasama dengan beragam ekosistem online membuat Livin' bisa memiliki fitur lebih banyak dari bank digital.
Analis Mirae Asset Sekuritas Handyman Soetoyo merekomendasikan beli saham BMRI dengan target harga Rp 9.075 per saham.
4. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
Bank digital milik BBCA, Blu, sejak kuartal IV-2021 sudah mulai menyalurkan kredit. Tak hanya itu, fintech dan peer-to-peer multifinance juga digandeng guna menggapai jangkauan kredit yang lebih luas. Fitur lain seperti top up electronic money juga sudah ditambahkan, seperti GoPay, OVO, DANA, serta berbagai paket data dan voucher game. Dengan dukungan BBCA sebagai holding company, serta ekosistem Blibli akan membuat Blu bisa lebih kompetitif.
Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya merekomendasikan beli BBCA dengan target harga Rp 8.700 per saham. (Hikma Dirgantara)