TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyebab terjadinya krisis energi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akhirnya terungkap.
Pemerintah diperkirakan tidak akan mengampuninya dan segera 'mengeksekusi' akar masaahnya.
Adalah PT PLN Batubara, sebagai anak usaha yang ditugaskan memasok pembangkit PLN sebagai penyebab permasalahan.
Baca juga: Didesak 3 Negara Pengimpor, Pemerintah Akhirnya Izinkan Ekspor Batubara
Anak usaha PLN ini dianggap menjadi biang keladi pasokan batu bara ke pembangkit PLN seret karena sering berkontrak dengan trader.
Maka dari itu, Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan akan membubarkan anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PLN BatuBara.
Baca juga: Negara Pengimpor Mulai Gerah, Protes Larangan Ekspor Batubara Indonesia
Langkah ini sebagai upaya perbaikan tata kelola pengadaan batu bara untuk pembangkit listrik milik PLN.
Luhut menjelaskan, pemerintah meminta agar PLN tidak lagi melangsungkan kontrak dengan trader.
Untuk itu PLN diharuskan untuk langsung membeli batu bara dari perusahaan tambang.
"Enggak ada (lagi lewat PLN Batubara), PLN batubara kita minta dibubarin," ungkap Luhut ditemui di Kantornya, Senin (10/1/2022).
Perubahan skema pengadaan batu bara oleh PLN ini sebelumnya telah disampaikan oleh Kementerian ESDM.
Berdasarkan catatan Kontan, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, mayoritas kontrak pengadaan batu bara PLN justru dilakukan dengan perusahaan trader.
Baca juga: Negara Pengimpor Mulai Gerah, Protes Larangan Ekspor Batubara Indonesia
Kontrak pengadaan batu bara PLN dengan IUP OPK angkut jual porsinya mencapai 38 persen. Sementara dengan perusahaan PKP2B hanya sebesar 31 persen.
"Ini yang tadi saya sampaikan sebagian besar dari kontrak bukan dengan perusahaan tambang. Ini juga sering jadi kendala saat PLN butuh tambahan pasokan," kata Ridwan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Senin (15/11/2021).
Ridwan melanjutkan, pengadaan kontrak dengan IUP OPK angkut jual juga berpotensi memberikan ketidakpastian pasokan khususnya saat harga batu bara sedang tinggi.
Hal ini mungkin terjadi karena para perusahaan tersebut tidak mempunyai kewajiban domestic market obligation (DMO).