TRIBUNNEWS.COM -- Kabar viral belum lama ini mengenai proyek perumahan di Taman Nasional Pulang Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Kabar tersebut mengenai sebuah perumahan yang dijual untuk Warga Negara Asing (WNA) tersebut.
Yang memberitakan kabar tersebut adalah seorang pengguna Twitter Lorraine Riva degan akun @yoyen.
Dilansir dari Kompas.com, Minggu (16/1/2022), akun yang mengiklankan perumahan itu bernama The Startup Island dan menawarkan rumah seharga 49.000 Euro atau setara dengan Rp 808 juta.
Baca juga: Pulau buatan: Dari milik kaum super-kaya di Dubai hingga pulau di Laut China Selatan
Setelah menelusuri informasi terkait The Stratup Island, pengguna Twitter @yoyen menduga proyek perumahan ini dipasarkan untuk WNA secara online.
Adapun The Startup Island berada di bawah naungan PT Levels Hotels Indonesia yang mengeklaim sebagai perusahaan yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia.
Lorraine menuliskan kekhawatirannya tentang bagaimana nasib warga lokal jika proyek tersebut nantinya akan berjalan sesuai rencana.
Baca juga: Rumah Tampil Lebih Elegan, Kuncinya Tambahkan 3 Benda Dekorasi Ini
“Resenya kalo beneran ntar, warga lokal akan jadi tamu di kampungnya sendiri atau malah terpaksa pindah karena harga tanah dan bangunan jadi menjulang. OMG,” tulis akun Twitter @yoyen.
Terkait isu tersebut, Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengatakan, tidak ditemukan masalah mengenai properti yang dibeli oleh WNA, kecuali jika yang diperjualbelikan adalah wilayah seluas satu pulau.
“Pada dasarnya tidak masalah properti untuk dibeli WNA, yang tidak boleh itu penguasaan satu pulau secara utuh, baik WNI apalagi WNA,” jelas Bambang kepada Kompas.com, Minggu (16/01/2022).
Dia mengakui, permasalahan kepemilikan properti oleh WNA memang selalu menimbulkan kontroversi bagi sebagian masyarakat.
Baca juga: Diduga Lakukan Praktik Kartel Harga Minyak Goreng, Berikut Jawaban GIMNI
Hal ini dikarenakan proses jual beli properti terlebih rumah dan tanah dianggap seperti menjual kedaulatan sebuah negara.
Menurutnya, jika melihat negara di kawasan Asia Tenggara lain, misalnya Malaysia, Vietnam dan Singapura yang sudah bebas menjual belikan properti kepada WNA, tidak kehilangan kedaulatan terhadap tanah dan bangunan.
“Jangan lupa, properti yang dijual itu hak kepemilikannya secara fisik tetap melekat di tanah negara tersebut, tidak bisa dibawa keluar. Berbeda dengan kekayaan alam kita, emas, nikel, batu bara, itu secara fisik diambil, dikeruk sudah habis, tapi orang tidak care tentang itu,” tutur Bambang.
Selain itu, kepemilikan properti oleh WNA sudah diatur oleh negara dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah.
Dalam PP tersebut, WNA yang diberikan izin adalah mereka yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja atau berinvestasi di Indonesia.
Apabila seorang WNA ingin memiliki rumah tempat tinggal atau hunian, maka mereka wajib memiliki dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
WNA bisa memiliki satuan rumah susun (sarusun) dengan ketentuan rumah susun dengan hak pakai atau hak guna bangunan di atas tanah negara dan tanah hak milik.
Rumah susun ini juga harus berada di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri dan kawasan ekonomi lainnya.
Namun, tidak hanya sarusun saja yang dapat dimiliki oleh WNA, tetapi juga rumah tapak di atas tanah yang memiliki hak pakai atau hak pakai di atas hak milik berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas akta.
Adapun rumah tapak ini wajib memiliki hak pengelolaan berdasarkan perjanjian pemanfaatan tanah dengan pemegang hak pengelolaan.
Kendati demikian, menurut Bambang, PP terbaru tersebut lebih membahas ke pengaturan sarusun, sedangkan permasalahan lain seperti minimal harga properti yang boleh dijual ke WNA akan diatur dalam pengembangan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang sekarang masih dalam proses perbaikan.
“Indonesia butuh investasi asing untuk mengangkat perekonomian kota dan investor properti asing potensial untuk masuk, asal aturan jelas dan rigid dengan tetap melindungi kepentingan WNI untuk membeli properti dengan harga terjangkau,” Bambang kembali menjelaskan.
“Yang jadi poin utama, harus ada pikiran yang jernih, tanpa ada kepentingan politik, lebih untuk kemanfaatan masyarakat banyak,” pungkasnya. (Aisyah Sekar Ayu Maharani)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perumahan di Pulau Karimunjawa Dijual kepada WNA, Ini Kata REI",