Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diharapkan serius mendorong transisi energi lebih ramah lingkungan untuk mengurangi emisi karbon, melalui kebijakan maupun pendanaan.
Peneliti Indonesia Team Leader 350.org Sisilia Nurmala Dewi mengatakan, potensi kerugian negara akibat cuaca ekstrem yang disebabkan krisis iklim pada saat ini mencapai Rp 110 triliun per tahun.
"Kerugian itu ditanggung APBN, dan pada 2024 akan naik lagi menjadi Rp 115 triliun per tahun, lalu pada 2050 jika masih seperti sekarang pengurangan emisi tidak signifikan, kita akan menanggung 40 persen dari GDP tiap tahun," kata Sisilia secara virtual, Kamis (19/1/2022).
Baca juga: Pertamina Sepakati 4 Peluang Kemitraan Strategis untuk Keberlanjutan Energi dan Dekarbonisasi
Menurutnya, melakukan transisi energi ramah lingkungan memang tidak sedikit biayanya, di mana investasinya diperkirakan mencapai Rp 280 triliun per tahun mulai dari sekarang hingga 2030.
"Jadi memang cukup besar, sehingga tidak salah jika kita mobilisir besar-besaran agar transisi energi ini terjadi," ucapnya.
Baca juga: Kurangi Emisi Karbon PLTS Atap Dioperasionalkan di Purwakarta
Namun, Sisilia menyayangkan sikap pemerintah dalam transisi energi saat ini belum maksimal.
Hal ini terlihat dari anggaran Rp 108,5 triliun untuk stimulus fiskal ke sektor energi, tapi Rp 95,3 triliun masuknya ke BUMN yang masih gunakan bahan bakar fosil secara intensif.
"Artinya transisi energi masih angan-angan, masih tercermin belum jelas di kebijakan kita, terutama kalau kita ngomongin anggaran," ucapnya.