Sejumlah potensi biomassa yang bisa digunakan seperti sekam padi, cocopeat, wood chip, dan tanaman Kaliandra.
“Total penggunaan biomassa dari serbuk kayu saat ini mencapai 35.608,35 ton, dan dengan total green energy yang dibangkitkan yakni 35.986,684 MWh,” ungkap Anggoro.
Untuk memasok biomassa secara mandiri, PJB berencana untuk mengembangkan tanaman pohon Kaliandra yang pada tahap awal akan ditanam sebanyak 20.000 pohon di lahan kosong sekitar PLTU Paiton.
“Tahun lalu kami melakukan penanaman Kaliandra juga sebanyak 20.000, lalu penanaman di PLTA di Malang.
Jadi ketika proyek ini membuahkan hasil, maka 2 tahun lagi tanaman bisa dipanen untuk dijadikan biomassa,” bebernya.
Untuk memasok biomassa 1 unit PLTU di Paiton, setidaknya dibutuhkan sebesar 1,2 juta hektar lahan tanaman Kaliandra per tahunnya.
“Untuk memenuhi pasokan biomassa ini, kami perlu menjalin komunikasi dengan Perhutani karena yang punya lahan seluas itu mungkin Perhutani.
Sehingga ke depan akan terus dijembatani berapa harga kompetitif yang Perhutani memang bisa bergerak masuk ke PLTU,” jelas Anggoro.
Program co-firing atau penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial dalam PLTU batu bara ini merupakan salah satu upaya mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) nasional hingga 23 persen pada 2025.
Co-firing PLTU juga merupakan bagian dari upaya PJB dalam mendukung isu strategis dan global untuk memenuhi Paris Agreement dan juga mendukung transformasi PLN pada pilar hijau.
Sejak go-live, co-firing PLU Paiton 1-2 telah berkontribusi terhadap pencapaian EBT sebanyak 7,4 MW tanpa belanja modal atau setara 16,14 juta kWh. (Sri Handi Lestari)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Bauran Co-Firing PLTU Paiton Probolinggo Ditarget Bisa Mencapai 20 - 50 Persen