Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menyayangkan pernyataan Menteri Perdagangan M Lutfi bahwa harga minyak goreng tinggi dan kelangkaan persediaan di masyarakat dikaitkan pada program biodiesel (B30).
“Kita semua tahu bahwa kebijakan program biodiesel B30 pemerintah tidak ada hubungannya dengan kelangkaan minyak goreng,” ujar Lamhot, dalam keterangannya, Selasa (8/2/2022).
Ia menjelaskan, sejak dicanangkannya program biodiesel, perhitungan penggunaan CPO sudah diperhitungkan dengan matang.
Baca juga: Satgas Pangan Polri Ungkap Penyebab Stok Minyak Goreng di Minimarket Kosong
Lamhot menambahkan bahwa salah satu tujuan program ini adalah untuk menstabilkan harga CPO di level petani kelapa sawit.
Pemerintah diwakili Menteri Perdagangan M Luthfi di depan DPR Komisi VI pada akhir Januari kemarin, mengakui bahwa harga minyak goreng yang tidak wajar saat ini akibat ulah Pemerintah sendiri yaitu menjalankan program B30.
“Pernyataan itu seperti menampar muka Presiden. Menteri Perdagangan harus diberi teguran keras. Dia sudah membuat malu Presiden,” tutur Lambot.
Baca juga: Minyak Goreng Masih Langka, Anggota DPR: Mendag Jangan Buang Badan
Anggota Komisi VII tersebut menjelaskan bahwa kebijakan biofuel sama sekali tidak mengganggu persediaan bahan baku CPO untuk minyak goreng.
Menurutnya, penggunaan CPO untuk program B30 ini hanya menggunakan sekitar 7,3 juta liter, dan untuk minyak goreng tersedia sekitar 32 juta liter.
“Sudah ada jatah pembagian masing-masing dan tidak saling mengganggu,” katanya.
Baca juga: Cium Aroma Kartel, KPPU Bakal Panggil Pengusaha Minyak Goreng
Ia menjelaskan bahwa faktor utama terletak pada tingginya harga bahan baku sawit serta sinyalir adanya ketidakbecusan dalam hal distribusi.
“Operasi pasar tidak akan efektif kalau tidak diikuti oleh pengawasan distribusi yang ketat. Dan ini yang terjadi,” jelas Lamhot.