TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil feasibility studi tarif terkait proyek kereta cepat relasi Jakarta-Bandung memperkirakan tarif yang akan dikenakan kepada penumpang berkisar antara Rp 150 ribu dan tertinggi Rp 350 ribu per orang.
Nantinya kereta cepat juga akan dibagi menjadi tiga kelas yakni kelas VIP, first class dan second class.
Direktur PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan kapasitas 1 kereta ada 601 tempat duduk.
"Tarif berkisar Rp 150 hingga Rp 350 ribu, sesuai hasil study demand forecast POLAR UI," ujar Dwiyana saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Senin (7/2/2022).
Kata Dwi dengan besaran tarif tersebut diperkirakan balik modal baru terealisasi setelah 40 tahun.
Jumlah penumpang yang bakal menggunakan jasa kereta cepat Jakarta-Bandung diperkirakan 31.215 orang.
Angka tersebut turun dari hasil kajian sebelumnya di tahun 2017 yakni 61.157 orang.
"Setelah beroperasi pada 2023 jumlahnya seperti itu, namun masih belum final. Kita coba evaluasi agar kira-kira apakah ada lagi potensi-potensi revenue stream lagi atau strategi bisnis yang lain yang bisa membuat BEP bisa lebih kecil dari 40 tahun," kata Dwiyana.
Baca juga: Kerjakan Terowongan Tunnel 2, KCIC Libatkan Ahli dari Tiongkok dan ITB
Apabila dihitung maka potensi kehilangan penumpang dari kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai 29.942 orang. Angka itu berkurang 48,9 persen dari asumsi sebelumnya.
Meski begitu, menurut Dwiyana Break Event Point (BEP) dari proyek perkeretaapian memang terbilang cukup panjang.
"Karena memang ini proyek investasi prasarana kereta api tentunya tidak akan mudah kalau kita berharap mendapatkan tingkat BEP yang lebih singkat. Rata-rata kalau proyek investasi perkeretaapian pasti di atas 20 tahun," ucapnya.
Operasional kereta cepat Jakarta-Bandung nantinya melewati empat stasiun, yaitu Halim, Karawang, Padalarang dan Tegal Luar.
Setiap harinya, akan beroperasi 68 kereta cepat dengan 11 rangkaian kereta, di mana waktu operasional mulai pukul 05.30 sampai 22.00 WIB.
"Jarak waktu tempuh, jika dari Halim langsung ke Tegal itu selama 36 menit, sementara kalau berhenti jadi 43 menit," kata Dwiyana.
Terkait progres pembangunan kereta cepat Jakarta - Bandung, hingga saat ini sudah 79,90 persen.
"Presiden berharap pada akhir 2022 sudah uji coba dinamis di Tegal luar ke Padalarang. Diharapkan ini mengurangi kemacetan," tutur Dwiyana.
Pekerja Asing
Dalam paparan yang sama di hadapan anggota komisi V DPR, Dwiyana juga menjelaskan mengenai jumlah tenaga asing dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dwiyana mengatakan proyek tersebut menggunakan tenaga asing karena tingkat kesulitan yang tinggi.
Namun kini jumlah tenaga asing yang dipekerjakan sudah berangsur berkurang.
Saat ini rasio tenaga kerja asing dengan tenaga kerja lokal yang tadinya 1:4 menjadi 1:7.
Terdiri dari tenaga kerja asing sebanyak 2.010 orang dan tenaga kerja lokal sebanyak 13.477 orang, sehingga total pekerja 15.487 orang.
Penurunan penggunaan TKA tersebut menurut Dwiyana merupakan imbas dari transfer teknologi dan pengetahuan yang telah berlangsung.
Baca juga: Terowongan Proyek Kereta Cepat Dikabarkan Longsor, Ini Penjelasan PT KCIC
"Alhamdulillah sampai hari ini kita bisa mengurangi porsi tenaga asing, dimana perbandingannya 1:7," kata Dwiyana.
Dwiyana juga mengakui pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mengalami sejumlah kendala.
Kendala pertama adalah masalah pendanaan. Ia mengatakan PT Wijaya Karya (Persero) atau Wika sebagai pemimpin konsorsium belum bisa menyetor modal penuh.
Perubahan komposisi pemegang saham pun berubah.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) ditunjuk sebagai pemimpin konsorsium menggantikan WIKA dan pada 31 Desember 2021 baru melakukan setoran modal kepada KCIC.
Anggaran pembangunan kereta cepat juga membengkak, dari sebelumnya sekitar Rp 85 triliun menjadi Rp 113,9 triliun.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), A Bakri H M mempertanyakan biaya modal pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.
Dia berharap pembiayaan KCIC tidak membengkak lagi sampai kereta cepat ini beroperasi secara komersial.
"Jangan ada nambah (investasi) lagi. Dulu kata kunci pemerintah adalah enggak pakai APBN. Kalau sudah pakai APBN, berarti kita membohongi masyarakat," katanya.(Tribun Network/sen/wly)