TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) dan IJBNet (Indonesia-Japan Business Network) akan menandatangani kerjasama pengembangan bioavtur di Indonesia untuk memasok kebutuhan pasar global.
Penandatangan dilakukan pada saat Peringatan Ulang Tahun MAPORINA dan Pengukuhan Pengurus Pusat MAPORINA Masa Bakti 2021-2026, dan webinar internasional yang dilaksanakan secara blended dari Perpustakaan Nasional, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Pertamina Prediksi Konsumsi Avtur Naik 300 Persen Selama Penyelenggaraan MotoGP Mandalika
Ketua Umum IJBNet Suyoto Rais berharap, bukan bahan baku atau minyak mentah yang dijual ke pasar global. Tetapi bioavtur yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dan bisa menghasilkan devisa lebih banyak. Untuk itu diperlukan riset dan inovasi terpadu dari hulu sampai hilir, dan kolaborasi banyak pihak.
"Kita tidak bisa melakukannya sendiri-sendiri. Dalam pengembangan ini, kami juga didukung oleh BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), akademisi dan pakar lainnya, mulai dari pengembangan bahan baku di hulu sampai produk jadinya berupa bioavtur," ujarnya.
Baca juga: Bioavtur Akan Segera Dikomersialkan Setelah Sukses Diujicoba di Pesawat CN 235
Sementara Ketua Umum MAPORINA Subandriyo mengatakan, potensi Indonesia untuk menjadi Raja Bioavtur Dunia sangat besar apabila sumber daya yang ada dikelola dengan baik. Indonesia memiliki lahan-lahan kritis 14 juta ha yang menunggu dihijaukan, lahan-lahan perhutanan sosial dan lahan tidak produktif lainnya.
Dengan kerjasama yang baik berbagai pihak, lahan-lahan itu bisa dijadikan sumber bahan baku bioavtur, dan itu keunggulan komparatif kita yang tidak dimiliki oleh negara lain.
“MAPORINA yang memiliki banyak pakar pertanian organik dan pertanian ramah lingkungan, dan IJBNet yang memiliki akses ke pasar global dan para pakar pengembangan bioavtur. Dengan kerjasama ini, kami ingin bisa saling melengkapi dan mengajak insan-insan Indonesia lainnya untuk bersama-sama mewujudkannya,” kata Subandriyo.
Di dalam perjanjian tersebut, keduanya sepakat bekerjasama mengembangkan bioavtur mulai dari hulu sampai hilir dan akan menggandeng investor serta mitra dari dalam maupun luar negeri.
Bahan baku menggunakan minyak nyamplung dan malapari yang akan ditanam memanfaatkan lahan-lahan kritis dan lahan non-produktif lainnya di seluruh Indonesia. Juga bahan baku lain agar Indonesia menjadi magnet pengembangan bioavtur dunia.
Nyamplung dan malapari adalah tanaman asli Indonesia. Selain tumbuh pada lahan produktif, juga toleran dapat tumbuh pada lahan kritis maupun lahan non-produktif lainnya.
Pola tanam dapat dipadukan dengan tumpang sari tanaman pertanian dalam jangka pendek dan budidaya lebah madu dalam jangka panjang untuk menambah petani penggarap, sehingga mendukung upaya pemerintah untuk menghijaukan lahan-lahan kritis, pemberdayaan ekonomi di wilayah perhutanan sosial, penciptaan lapangan kerja baru, pemulihan ekonomi dan mendukung pengembangan green economy secara keseluruhan.
Di tingkat global, aktivitas ini dapat mengurangi emisi CO2 dan menjadi salah satu solusi dalam pengendalian perubahan iklim (climate change), serta menambah devisa Indonesia karena minyak nabati yang dihasilkan akan menjadi komoditas ekspor.
Target Penurunan Emisi
Seperti diketahui, ICAO (International Civil Aviation Organization) telah menetapkan target penurunan emisi gas CO2 di industri penerbangan pada tahun 2050, yaitu 50% dibanding CO2 di tahun 2005.
Prediksi ICAO, untuk mencapai target di atas, pada tahun 2050 dunia akan membutuhkan bioavtur sebanyak 285 juta ton atau sekitar 340 miliar liter. Berbagai metoda pembuatan bioavtur dikembangkan.
Masalah utamanya adalah ketersediaan bahan baku yang memenuhi syarat dan ketentuan ICAO masih sangat sedikit. Bahan baku bioavtur tidak boleh memiliki isyu lingkungan, benturan dengan pangan, mengganggu biodiversitas dan lainnya.
Saat ini, bahan baku utama bioavtur masih terbatas pada UCO (used cooking oil) atau minyak goreng bekas karena di banyak negara maju, minyak jenis ini tidak boleh dikonsumsi lagi, jadi boleh diolah menjadi bioavtur.
Indonesia memiliki banyak sumber bahan baku, dan yang bisa memenuhi standar ICAO di atas bahan baku dari tanaman nyamplung dan malapari. Ini adalah keunggulan komparatif Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara lain. Karena itu tidak heran kalau beberapa produsen bioavtur dunia mulai membangun atau merencanakan pabrik bioavtur di ASEAN, termasuk di Indonesia.
Incarannya adalah bahan baku kita! Neste Oil (Finlandia) misalnya, sedang membangun pabrik bioavtur besar di Singapura berkapasitas 1 juta ton per tahun, yang rencananya akan beroperasi mulai tahun 2023.
Beberapa pengembangan bioavtur dan oil company Jepang juga giat mencari sumber-sumber bahan baku di seluruh Indonesia, dan sudah ada yang siap-siap investasi membangun basis produksi di beberapa wilayah potensial.