TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indonesia kini sedang dirundung kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok.
Setelah harga minyak goreng membubung tinggi hingga lebih dari 100 persen dalam empat bulan belakangan, awal pekan ini perajin tempe tahu melakukan aksi mogok.
Pasalnya harga kedelai dunia yang juga naik, menyebabkan perajin tempe tahu kesulitan menentukan harga produknya.
Usai melakukan aksi mogok itu, pedagang tempe pun kembali hadir dengan harga baru yang diperkirakan naik 20 persen dari sebelumnya.
Baca juga: Pemerintah Diminta Jaga Harga BBM di Tengah Naiknya Harga Minyak Dunia Akibat Rusia Invasi Ukraina
Paling anyar, pedagang daging sapi kini bakalan melakukan aksi susulan. Ternyata harga daging sapi pun ikut-ikutan melonjak.
Berikut kenaikan harga yang terjadi dalam sebulan ini.
Kenaikan Harga Minyak Goreng
Kenaikan harga minyak goreng sebenarnya sudah terjadi sejak November 2021 lalu.
Pada saat itu harga minyak goreng masih sekitar Rp 9.000 an per liter. Namun lambat laun harganya terus merangkak naik.
Baca juga: Operasi Pasar Murah di Tegal, 200 Liter Minyak Goreng Langsung Habis
Bahkan untuk membela diri, Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag) Muhammad Lutfi mengklaim harga minyak goreng yang dijual di Indonesia relatif masih lebih murah dibandingkan Malaysia.
Lutfi bilang, jika membandingkan harga minyak goreng subsidi, pemerintah Malaysia diakui menyediakan minyak goreng yang lebih terjangkau, yakni 2,5 ringgit Malaysia (RM) per kilogram atau setara dengan sekitar Rp 8.500 per kilogramnya.
Sementara minyak goreng subsidi di Indonesia yang dijual dalam program pemerintah, harganya dibanderol Rp 14.000 per liter.
Itu pun barangnya sulit didapat di pasaran Tanah Air.
Baca juga: Operasi Pasar Murah di Tegal, 200 Liter Minyak Goreng Langsung Habis
Perlu diketahui, di pasar Malaysia, minyak goreng dijual dalam ukuran kilogram, bukan liter sebagaimana yang dipakai pelaku ritel di Indonesia.
1 liter minyak goreng kira-kira setara dengan 0,8 kilogram minyak goreng. Untuk harga minyak goreng non-subsidi di Malaysia, sambung Lutfi, di sana dibanderol sekitar 6,7 ringgit atau sekitar Rp 20.000 per kilogram.
"Artinya kan lebih mahal sebenarnya daripada minyak di Indonesia ini," klaim Lutfi seperti dikutip pada Selasa (1/2/2022).
Benarkah klaim Mendag Lutfi bahwa minyak goreng non-subsidi Indonesia masih lebih murah dibandingkan Malaysia?
Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Halehwal Pengguna (KPDNHEP), pemerintah Malaysia menetapkan harga minyak masak, sebutan minyak goreng di Malaysia, untuk kemasan sederhana adalah sebesar RM 2,5 atau setara dengan Rp 8.500 per liter.
Kini pemerintah Indonesia menetapkan harga minyak goreng Rp 14.000 per liter, namun hingga kini minyak goreng di pasar masih langka.
Kenaikan Harga Kedelai
Perajin tempe tahu menaikkan harga produksinya setinggi 20 Persen, hal ini untuk menyesuaikan kenaikan bahan dasar tahu tempe yaitu kedelai.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syaifudin mengatakan rencana ini dilakukan karena mahalnya harga kedelai impor bahan baku produksi.
Baca juga: Tahu Tempe Beredar Lagi di Pasaran, Giliran Pedagang Daging Jabodetabek Rencana Mogok Jualan 5 Hari
Hingga Minggu (20/2/2022) harga kedelai impor berkisar Rp 11 ribu sampai Rp 11.700 per kilogram, hal ini sangat memberatkan biaya produksi para produsen tempe dan tahu.
"Kenaikan antara 10 sampai 20 persen. Memang rencananya kita naikkan, dan kita sudah sepakat mau menaikkan," kata Aip saat dikonfirmasi di Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (20/2/2022).
Menurutnya rencana kenaikan ini hanya solusi jangka pendek karena harga kedelai impor diprediksi akan terus melonjak hingga bulan Juni 2022 terpengaruh harga kedelai global.
Prediksi didasarkan pada waktu panen kedelai di tiga negara penghasil kedelai terbesar, yakni Amerika, Brazil, dan Argentina yang baru memasuki waktu panen bulan September.
Baca juga: Atasi Krisis Tahu Tempe, Seknas Jokowi: Pemerintah Harus Dorong Swasembada Kedelai
"Sampai dengan Juni itu akan naik terus harga kedelai. Jadi ini kenaikan kedelai juga belum maksimal, akan naik terus. Nanti mulai Agustus, September mulai turun," ujarnya.
Aip menuturkan kenaikan harga imbas mahalnya harga kedelai global tidak terhindarkan karena dari total 3 juta ton kedelai kebutuhan Indonesia dalam satu tahun, 2,6 juta berasal dari impor.
Pada tahun 2021 lalu produsen tempe, tahu di sejumlah wilayah juga sempat melakukan mogok produksi selama tiga hari hingga akhirnya sepakat menaikkan harga jual.
"Supaya masyarakat juga mengerti kalau harga tempe, tahu naik ini masalahnya (harga kedelai global). Bukan keinginan kami. Jadi terpaksa kita naikkan, untuk itu kami moho
Aip mengatakan mogok produksi guna memprotes mahalnya harga kedelai impor mulai besok sendiri tidak dilakukan serentak secara nasional, hanya di sejumlah wilayah saja.
Baca juga: Perajin Tahu dan Tempe di Lampung Diimbau Gunakan Kedelai Lokal
Yakni produsen di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Bodetabek, Provinsi Jawa Barat, dan Jawa Tengah, sementara untuk kenaikan harga nanti rencananya dilakukan serentak di seluruh Indonesia.
"Jadi sebagai gambaran tempe di pasar tradisional yang sebesar telapak tangan harganya (sekarang) Rp 5 ribu, maksimum di tempat lain Rp 6 ribu. Nah itu naik paling banyak dari Rp 5 ribu ke Rp 6 ribu," lanjut Aip.
Harga Daging Sapi Menyusul
Setelah harga minyak goreng, harga daging sapi ikut-ikutan naik antara Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu hingga mencapai Rp 145 ribu per kilogram.
Kenaikan harga daging sapi membuat para pedagang di Jabodetabek berencana mogok berdagang.
Karena itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) meminta pemerintah bergerak cepat mengendalikan harga daging sapi.
Baca juga: Pedagang di Pasar Kramat Jati akan Ikut Mogok Jualan Daging Sapi Selama 5 Hari
"Kami melihat situasi ini cukup tidak terkendali karena harganya mencapai Rp 140 ribu, tertinggi Rp 145 ribu per kilo," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan, saat dihubungi, Rabu (23/2/2022).
Menurutnya, pemerintah harus mampu segera menyelesaikan persoalan itu, menggenjot sentra-sentra daging sapi yang ada di seluruh Indonesia.
"Kalau harganya masih tinggi, kami khawatir menjelang Ramadan dan Lebaran harga akan terus meningkat. Harus diantisipasi sejak sekarang, pemerintah melakukan intervensi terhadap daging," kata Reynaldi.
"Jadi wilayah hulu sentra produksi, perlu digenjot seperti di NTB kalau surplus di sana perlu disilang ke daerah yang konsumsinya tinggi seperti Jabodetabek," ujarnya.
Ia pun menyebut, kenaikan harga daging sapi membuat para pedagang di Jabodetabek berniat mogok berdagang.
"Kami sedang melakukan komunikasi kepada pedagang daging agar tidak terjadi mogok," katanya. (Tribunnewws.com)