Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai PT Pertamina (Persero) hanya bisa mengambil jalan pintas menghadapi kenaikan harga minyak dan gas (migas) dunia, dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) serta LPG non subsidi.
"Kenaikan harga energi non subsidi dalam tiga bulan terakhir, baik BBM maupun LPG merespon kenaikan harga migas dunia, menurut saya ini mencerminkan kebijakan yang inkonsisten, latah dan sekedar jalan pintas yang memindahkan beban yang ada kepada masyarakat," kata Mulyanto saat dihubungi, Jumat (4/3/2022).
Menurut Mulyanto, ketika harga migas dunia anjlok menuju titik terendah saat awal-awal pandemi, pemerintah melalui Pertamina tidak menurunkan harga BBM dan LPG dengan berbagai alasan.
Baca juga: Harga LPG Non Subsidi Naik, Pertamina Cegah Masyarakat Mampu Beralih ke Gas Melon
"Inikan terkesan masyarakat mensubsidi Pertamina. Karenanya, saya mendesak pemerintah meninjau ulang kebijakan yang memberatkan masyarakat tersebut," ucap politikus PKS itu.
Mulyanto menilai, harga LPG non subsidi semestinya tidak perlu dinaikkan karena kenaikan defisit transaksi berjalan sektor migas akibat melonjaknya harga migas dunia yang dipicu perang Rusia-Ukraina, dapat dikompensasi dari penerimaan ekspor komoditas energi lainnya.
"Seperti batubara, gas alam dan CPO yang harganya juga melejit menuai wind fall profit," kata Mulyanto.
Ia mencontohkan, penerimaan negara dari ekspor batubara dan CPO pada 2021 sebesar 56 miliar dolar AS, tetapi defisit transaksi berjalan sektor migas, karena impor BBM dan LPG pada 2021 hanya sebesar 13 miliar dolar AS.
"Sehingga kenaikan penerimaan ekspor batubara dan CPO mestinya dapat mengkompensasi kenaikan defisit transaksi dari impor migas," ucapnya.
Baca juga: Kebakaran di Area Kilang Balikpapan, Pertamina Pastikan Tak Ganggu Penyaluran BBM
"Jadi melonjaknya harga energi dunia, tidak otomatis harus diikuti dengan kebijakan kenaikan harga BBM dan LPG domestik," sambung Mulyanto.
Mulyanto pun meminta pemerintah mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, tidak memicu inflasi dan membebani rakyat di saat pandemi Covid-19 yang belum usai.
Misalnya dalam jangka pendek, pemerintah dapat meningkatkan skema penerimaan negara dari ekspor batubara dan CPO untuk mengkompensasi kenaikan harga BBM maupun LPG.
Kemudian substitusi LPG dapat dilakukan dengan menggunakan kompor listrik atau gas alam, apalagi kalau gas alam ini dijual dalam bentuk tabung.
"Seiring dengan iklim investasi yang membaik, pemerintah dapat menggenjot eksplorasi dan produksi migas di lapangan eksisting. Karena dengan harga yang tinggi, investasi migas menjadi semakin kondusif, termasuk juga gerakan penghematan penggunaan energi nasional," paparnya.