Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Perintah Vladimir Putin untuk menyetop ekspor uranium membuat rakyat Amerika Serikat was-was.
Masyarakat pun khawatir akan mengalami pemadalam listrik bergilir.
Presiden Rusia Vladimir Putin membuat aksi balasan tak kalah keras dengan memerintahkan negaranya menghentikan ekspor uranium ke pasar global.
Langkah ini dia ambil setelah Amerika dan Uni Eropa mengembargo impor minyak mentah dan gas alam dari Rusia.
Dilansir dari News Delivers, meski Biden tak mengumumkan larangan impor untuk komoditi uranium, namun adanya pemberhentian ekspor uranium yang dilakukan Rusia membuat masyarakat AS khawatir jika wilayahnya akan mengalami pemadaman listrik bergilir.
Keberadaan uranium sendiri menjadi penting lantaran komoditi ini menjadi salah satu bahan bakar reaktor nuklir.
Amerika Serikat sejak dulu diketahui sudah ketergantungan dengan pasokan uranium dari Rusia, Kazakhstan dan Uzbekistan.
Bahkan sebanyak 10,3 juta kg atau hampir setengah dari kebutuhan uranium AS untuk menghidupkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berasal dari Rusia.
Baca juga: Tak Ada Kemajuan dalam Pertemuan Rusia dan Ukraina, Kyiv Menolak Tuntutan Rusia
Baca juga: Bored Ape Yacht Club Sumbang 1 Juta Dolar AS Untuk Militer Ukraina
Baca juga: Terdakwa Serangan Ransomware Asal Ukraina Diekstradisi ke Amerika Serikat
Mengutip Reuters, harga uranium dari Rusia yang tergolong rendah membuat Amerika bisa menjaga harga kebutuhan listrik untuk warganya dengan harga yang lebih murah.
Hal inilah yang membuat AS menjadi sulit lepas dari produk uranium Rusia.
Namun setelah Rusia menjatuhkan balasan sanksi untuk AS, kini, negara pemerintahan Joe Biden terancam mengalami kekurangan pasokan uranium hingga membuat adanya lonjakan harga listrik.
Mengantisipasi adanya kenaikan biaya listrik yang dikhawatirkan akan membebankan masyarakat Amerika.
Pekan lalu Institut Energi Nasional, kelompok perdagangan perusahaan pembangkit listrik tenaga nuklir AS yang berisikan Duke Energy Corp dan Exelon Corp, diketahui telah mengajukan negoisasi dengan Gedung Putih untuk mencegah pengiriman uranium Rusia dari rencana sanksi.
Meski nantinya Rusia tetap enggan untuk mengimpor komoditi uraniumnya, pemerintah Amerika rencananya akan mulai beralih menggunakan produk uranium buatan Australia dan Kanada. Meski harga uranium di dua negara tersebut masih tergolong mahal.
Kanada saat ini merupakan penyuplai uranium ketiga terbesar di dunia dengan memproduksi sebesar 564,9 ribu ton atau 9 persen cadangan dunia.
Sementara cadangan Uranium di Australia menjadi yang terbesar setelah Kanada dengan menyumbang sebanyak 1,7 juta ton.