TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Subsidi Pemerintah sebesar Rp500 per liter terhadap Solar Subsidi, ternyata tidak menutup selisih biaya keekonomian yang sangat tinggi.
Sebab, setelah disubsidi, ternyata Pertamina masih harus nombok terlebih dahulu sebesar Rp7.300 per liter, sebelum nantinya dibayarkan kembali oleh Pemerintah melalui mekanisme kompensasi.
"Setiap satu liter Solar Subsidi, negara mensubsidi Rp7.800. Jadi nilai subsidinya lebih mahal dari harga jualnya kepada masyarakat," ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII di Jakarta (29/3/2022).
Nicke juga menjelaskan, realisasi penyaluran Solar Subsidi Januari-Februari 2022 sudah over kuota 10%.
"Sebenarnya secara aturan kami tidak boleh over kuota, tetapi mempertimbangkan peningkatan mobilitas dan logistik masyarakat apalagi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, maka Pertamina menaikkan penyalurannya," jelas Nicke.
Pertamina, kata Nicke telah melakukan beberapa hal untuk memastikan tidak ada lagi antrean di SPBU karena dari sisi suplai stok Solar Subsidi mencukupi.
Pertamina dan Pemerintah bersepakat untuk dilakukannya relaksasi penyaluran kuota, khususnya untuk daerah-daerah yang sudah over kuota.
Upaya normalisasi melalui penyaluran Solar Subsidi itu sendiri, dapat dilakukan melalui empat langkah.
Baca juga: Butuh 17 Ribu Kiloliter Solar Per Bulan, Pelni Pastikan Pasokan BBM ke Kapal Aman
Langkah tersebut, sebagaimana dikutip dalam laman Pertamina adalah, pertama, tambahan pasokan Solar Subsidi sesuai demand di wilayah yang kritis/terjadi antrean.
Kedua, melakukan koordinasi dengan aparat untuk pengamanan penyaluran Solar Subsidi dan penindakan penyelewengan Solar Subsidi.
Ketiga, melakukan koordinasi dan menginformasikan kepada Pemda bahwa terdapat keterbatasan penetapan kuota Solar Subsidi dan dukungan regulasi untuk mengatur penyaluran Solar Subisidi serta usulan penambahan kuota kepada BPH Migas.
Dan keempat, memastikan ketersediaan Solar Subsidi dan mendorong konsumen untuk membeloi Solar Non Subsidi.
Sementara itu, menyikapi nombok-nya Pertamina dalam penjualan Solar Subsidi, Komisi VII DPR memberikan dukungan kepada BUMN tersebut.
Dalam RDP dengan Dirjen Migas KESDM, BPH Migas, dan Pertamina, Selasa, Komisi VII DPR RI mendesak Pemerintah agar kompensasi kepada PT Pertamina sekitar Rp100 Triliun dapat segera dibayarkan.
Pembayaran kompensasi tersebut, guna mencegah krisis likuiditas PT Pertamina (Persero) yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM Nasional.
Baca juga: Harga Paling Murah, Ternyata Setiap Liter Biosolar Disubsidi Pemerintah Rp. 7.800,-
"Komisi VII mendesak pemerintah agar kompensasi kepada Pertamina yang bernilai Rp 100 triliun segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas Pertamina yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM nasional," tegas Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno.
Selain itu, Komisi VII DPR RI juga mendukung perubahaan komposisi pemberian subsidi dan kompensasi BBM dengan meningkatkan porsi subsidi BBM yang lebih besar.