Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MANILA – Lonjakan inflasi yang terjadi di Thailand dan Filipina dalam beberapa minggu terakhir justru membuat mata uang dari kedua negara tersebut memimpin penguatan terhadap dolar AS pada Selasa (5/4/2022).
Dilansir dari Reuters, menguatnya nilai baht Thailand dan peso Filipina diperkirakan terjadi karena adanya dukungan dari investor untuk melakukan safe-haven pada aset investasinya.
Hal ini membuat bank sentral kedua negara berhasil melakukan dovish atau menunda menaikkan suku bunga.
Baht dan peso diketahui menguat naik hingga 0,4 persen, bahkan mata uang peso sukses mencapai level tertinggi selama enam minggu. Sementara mata uang Asia lainnya pada perdagangan internasional cenderung datar terhadap dolar.
Tercatat pada Maret 2022, Indeks harga konsumen (CPI) utama Thailand melesat naik menjadi 5,73 persen. Angka ini merupakan pencapaian tertinggi Thailand dalam 13 tahun terakhir.
Bahkan Kementerian Perdagangan Thailand menyebut jika kenaikan nilai Bath mengalahkan ekspektasi pada harga barang dan energi.
Baca juga: Keuntungan Investasi Mata Uang dan Rekomendasi Valas yang Nilainya Stabil
"Pembacaan inflasi yang tinggi seperti itu tidak akan menyebabkan tekanan inflasi pada Bank of Thailand (BoT)," kata Poon Panichpibool, Ahli Strategi Pasar di Krung Thai Bank.
Panichpibool, menyebut jika pemerintah Thailand pun turut mendukung penuh adanya penguatan pada mata uang Bath, dimana mereka berencana akan mempertahankan suku bunga kebijakan di angka 0,50 persen.
Baca juga: Bank Indonesia Mengubah Ketentuan Sistem Monitoring Transaksi Valas
Sampai nantinya ada kebutuhan mendesak yang mengharuskan untuk menaikan suku bunga.
Bahkan menguatnya nilai Bath telah membuat Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhannya untuk Asia Timur, khususnya Thailand.
Terpantau, ekonomi Thailand tumbuh 2,9 persen meski turun dari prediksi awal sekitar 3,9 persen pada Desember lalu.
Filipina juga melaporkan kenaikan nilai mata uang Peso hingga tembus mencapai level tertinggi selama enam bulan terakhir. Dimana Peso menguat diangka 3,7 persen.
Menurut perkiraan analis Barclays, sepanjang tahun ini Filipina diperkirakan akan mengalami inflasi 4,1 persen dari sebelumnya hanya 3,7 persen. Meski inflasi naik namun hal tersebut tak membuat nilai Peso Filipina melemah.
Saham-saham di pasar modal Filipinajuga turut kecripatan untung, dimana nilai saham naik sebanyak 0,7 persen lebih tinggi jika dibanding dari Singapura yang hanya naik sebesar 0,5 persen.
“Meskipun perkiraan kami tentang inflasi yang lebih tinggi, kami memperkirakan BSP akan tetap bertahan hingga paruh pertama tahun fiskal 2022, karena risiko penurunan terhadap pertumbuhan global dan pemulihan domestik yang masih baru lahir kemungkinan akan mengimbangi tekanan harga sisi penawaran," ujar Barclays.