Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Perang Rusia dan Ukraina tak hanya memicu krisis di antara kedua negara tersebut, namun juga menghadirkan ancaman baru bagi pasokan pangan dunia.
Hal ini terjadi lantaran adanya penangguhan atau moratorium pada komoditas pupuk ammonia, dimana pupuk tersebut merupakan senyawa utama yang digunakan para petani dunia untuk meningkatkan hasil produksi pertaniannya.
Baca juga: Rusia Tingkatkan Dana Pengeluaran Daruratnya Sebesar 3,5 Miliar Dolar AS
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina telah mendorong keduanya untuk membanting kemampuan berdagang. Bahkan keseriusan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam menginvasi Ukraina membuat pihaknya menangguhkan semua kegiatan ekspor di Moscow termasuk perdagangan pupuk.
Ancaman inilah yang kemudian memicu hadirnya efek berantai hingga mengancam ketahanan pangan bagi populasi di seluruh dunia.
Organisasi penelitian Prancis CEPII, mencatat kehadiran Rusia dianggap sebagai pemeran utama dalam ekspor pupuk dunia, terbukti dalam sepanjang tahun 2020 lalu, penjualan pupuk Rusia tembus hingga 7,6 miliar dolar AS.
Namun karena Rusia menangguhkan ekspor komoditas pupuknya, membuat dunia mengalami pengetatan pasokan hingga memicu adanya lonjakan harga pupuk yang lebih tinggi.
Melansir data Green Markets Amerika Utara yang dikutip dari Businessinsider, saat ini semua biaya pupuk termasuk urea, kalium, dan diammonium fosfat terpantau melonjak sebesar 42 persen, lonjakan ini mulai terjadi ketika Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari kemarin.
Bahkan sebelum adanya invasi harga pupuk telah merangkak naik sekitar 260 persen. Kenaikan tersebut yang kemudian membuat pasokan pupuk global di masa depan menjadi tegang.
Daya Beli Turun
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dalam laporannya menjelaskan bahwa dengan naiknya harga pupuk dapat mengakibatkan turunnya daya beli serta tingkat penggunaan pupuk pada produksi pertanian. Hal ini tentunya berimbas pada berkurangnya total produksi hingga membuat adanya penurunan kualitas pangan.
"Kami sudah melihat kenaikan harga, dan ini dapat menyebabkan peningkatan kelaparan dan kemiskinan dengan implikasi yang mengerikan bagi stabilitas global." kata Gilbert Houngbo, presiden Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian PBB.
Lebih lanjut, demi meminimalisir membengkaknya pengeluaran untuk komoditas pupuk para petani bahkan mulai menggantikan nutrisi komersial pupuk dengan menggunakan kotoran hewan. Meski diklaim dapat menjadi alternatif pengganti, namun kehadiran kotoran tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman.
Munculnya permasalahan ini lantas makin memperburuk masalah inflasi dunia, mengingat harga pangan merupakan komponen utama dari ukuran inflasi. Tercatat harga gandum dunia kini naik 39 persen ke level 11,2 dolar AS per bushels hanya dalam kurun waktu satu bulan terakhir.