Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Indeks harga konsumen (CPI) Amerika Serikat pada Maret 2022 terpantau melesat hingga mencapai 8,5 persen. Angka ini mencetak rekor tertinggi sejak tahun 1981 lalu.
Meski pada Februari lalu, CPI AS sudah terpantau naik diangka 7,9 persen, namun karena harga pada perdagangan global makin melaju pesat membuat angka CPI ikut terkerek naik ke puncak tertinggi.
Kenaikan ini pun menandakan adanya inflasi serius yang tengah dihadapi AS. Departemen tenaga kerja AS pada Selasa (12/4/2022) menyebut inflasi ini terjadi imbas pandemi, serta memanasnya konflik Rusia dan Ukraina, hingga mendongkrak naiknya harga-harga di berbagai komoditas dunia seperti energi, pangan, dan logam.
Baca juga: Investor AS Waspadai Risiko Resesi Akibat Kenaikan Suku Bunga The Fed
Mengutip data The Guardian, harga pada komoditas energi mencakup indeks bensin terkoreksi naik ke 18,3 persen sejak Maret kemarin, kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi diantara kebutuhan energi yang lain.
Sementara komoditas bahan pangan, pada bulan Maret indeksnya terpantau melesat ke 8,8 persen, naik lebih tinggi jika dibanding dengan harga 12 bulan yang lalu. Untuk harga buah dan sayur kaleng juga tercatat ikut merangkak sebanyak 3,8 persen.
Sedangkan untuk harga beras naik 3,2 persen, harga kentang melesat ke angka 3,2 persen serta daging giling yang tembus hingga mencapai 2, 1 persen.
Baca juga: Ekonomi Rusia Diperkirakan Jatuh ke Jurang Resesi Akibat Perang
Bertambahnya angka-angka tersebut juga diprediksi makin mendorong The Fed untuk lebih banyak menaikkan suku bunga, demi menekan adanya laju inflasi ditengah keadaan ekonomi yang semakin hawkish.
Makin mengganasnya laju inflasi bahkan membuat Kepala Strategi Investasi BofA, Michael Hartnett memperingatkan Joe Biden selaku Presiden AS, agar pihaknya dapat mengerem lonjakan harga pada konsumen. Karena hal tersebut dapat memicu penurunan ekonomi berkelanjutan di AS.
"'Kejutan inflasi' memburuk, 'kejutan harga' baru saja dimulai, 'kejutan resesi' datang," jelas Hartnett, dikutip dari Fox News.
Kemungkinan Datangnya Resesi
Langkah jitu kini tengah mulai diterapkan pemerintah AS guna menekan inflasi yang terus membayangi negaranya. Dengan dibantu The Fed, keduanya sepakat untuk mengambil kebijakan menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada awal bulan Maret lalu.
Meski cara ini diklaim dapat mengantisipasi terjadinya depresiasi atau pelemahan pada obligasi pasar AS, namun sayang hingga sejauh ini kebijakan The Fed untuk menaikan suku bunga belum menunjukan hasil yang signifikan. Bahkan resesi kemungkinan bisa datang hanya dalam kurun waktu dua tahun ke depan, sebagaimana dikutip The Hills.