TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Ekonomi China mengalami perlambatan di bulan Maret karena konsumsi, real estate dan perdagangan ekspor menghadapi pukulan berat.
Perlambatan di bulan Maret tersebut memperburuk prospek ekonomi yang sudah melemah akibat pembatasan ekonomi di tengah kasus Covid-19 dan adanya perang Rusia-Ukraina.
Tantangan terberat China dalam jangka pendek adalah aturan baru Covid-19 yang cukup ketat di tengah resiko geopolitik yang semakin meningkat. Hal itu akan mendorong tekanan pasokan dan biaya komoditas, meningkatkan inflasi global dan bisa memaksa otoritas China mengambil tindakan tegas untuk merangsang pertumbuhan tanpa membahayakan stabilitas harga.
Baca juga: Kejahatan Ekonomi Makin Masif Dan Rumit, Ini Arahan Jokowi Kepada PPATK
Berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional yang dirilis Senin (18/4) seperti dikutip Reuters, Produk domestik bruto (PDB) China hanya tumbuh 4,8% pada kuartal pertama 2022. Itu masih lebih tinggi dari proyeksi analis sebelumnya yakni sebesar 4,4% dan meningkat dari PDB kuartal IV 2021 yakni 4%.
Di awal tahun, ekonomi China memang tercatat mengejutkan dengan pertumbuhan cukup kuat yakni naik 1,3% pada bulan Januari - Februari dibandingkan kuartal sebelumnya, lebih kencang dari proyeksi analisnya sebesar 0,6%.
Analis mengatakan data April kemungkinan akan lebih buruk, dengan adanya lockdown di pusat komersial Shanghai dan di tempat lain. Hal itu mendorong beberapa untuk memperingatkan meningkatnya risiko resesi.
Baca juga: China Eastern Mulai Kembali Penerbangan Boeing 737-800 setelah Kecelakaan yang Tewaskan 132 Orang
"Dampak lebih lanjut dari penguncian sudah dekat, bukan hanya karena ada keterlambatan pengiriman kebutuhan sehari-hari, tetapi juga karena menambah ketidakpastian pada layanan dan operasi pabrik yang telah berdampak pada pasar tenaga kerja," kata Iris Pang, Kepada Riset Greater China di ING.
Iris Pang bilang, dukungan dari kebijakan fiskal dan moneter belum cukup untuk sepenuhnya mengimbangi kerusakan PDB yang disebabkan oleh lockdown. Oleh karena ING kemungkinan perlu merevisi perkiraan PDB China lebih lanjut jika dukungan fiskal tidak datang tepat waktu.
Data aktivitas Maret menunjukkan penjualan ritel mengalami kontraksi terbesar secara tahunan sejak April 2020 karena penyebaran Covid-19 yang meluas di seluruh negeri. Tercatat terjadi penurunan 3,5%, lebih buruk dari ekspektasi untuk penurunan 1,6% dan peningkatan 6,7% pada Januari-Februari.
Sementara pasar kerja sudah menunjukkan tanda-tanda stres di bulan Maret, bulan yang biasanya kuat untuk pasar tenaga kerja karena pabrik-pabrik melanjutkan perekrutan setelah liburan Tahun Baru Imlek. Survei tingkat pengangguran mencapai 5,8% pada bulan Maret, tertinggi sejak Mei 2020, sementara di 31 kota besar mencapai rekor 6,0%.
Baca juga: Imbas Lockdown China, IEA Turunkan Prospek Permintaan Minyak Dunia
Sektor industri bertahan lebih baik dengan produksi meningkat 5,0% dari tahun sebelumnya, dibandingkan dengan perkiraan kenaikan 4,5%. Itu masih turun dari peningkatan 7,5% yang terlihat dalam dua bulan pertama tahun ini.
Adapun investasi aset tetap, pendorong pertumbuhan yang diandalkan Beijing untuk menopang perekonomian, meningkat 9,3% YoY pada kuartal pertama, dibandingkan dengan peningkatan yang diharapkan 8,5% tetapi turun dari pertumbuhan 12,2% dalam dua bulan pertama.
Penjualan rumah berdasarkan nilai pada bulan Maret merosot 26,2% tahun ke tahun, penurunan terbesar sejak Januari-Februari 2020, menurut perhitungan Reuters, menunjukkan penurunan yang semakin dalam di pasar properti.
artikel ini sudah tayang di KONTAN dengan judul Ekonomi China Melambat pada Bulan Maret, Ini Penyebabnya