Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO – Setelah Sri Lanka melewati berbagai tekanan ekonomi, akhirnya Bank Dunia resmi memutuskan untuk memberikan stimulus dana sebesar 300 juta dolar AS hingga 600 juta dolar AS.
Paket bantuan tersebut akan disalurkan Bank Dunia selama empat bulan kedepan.
Dikutip dari Money Control, suntikan dana ini rencananya akan digunakan pemerintah Sri Lanka untuk membiayai impor bahan-bahan esensial, seperti obat-obatan.
Baca juga: Ekonom CORE: Indonesia Dapat Keuntungan Besar dari Krisis Global
“Paket tanggap darurat Bank Dunia senilai 10 juta dolar AS akan segera disalurkan untuk pembelian obat-obatan esensial, dana tersebut akan diambil dari anggaran proyek kesiapsiagaan kesehatan COVID-19 yang sedang berlangsung," kata juru bicara Bank Dunia mengutip dari Reuters.
Dukungan ini diberikan Bank Dunia sebagai bentuk keprihatinannya atas kondisi perekonomian Sri Lanka yang kian suram akibat dihantam resesi berkepanjangan. Meski hanya bersifat sementara namun dengan adanya bantuan tersebut pemerintah Sri Lanka dapat menghemat pengeluaran negaranya dalam memenuhi kebutuhan esensial warganya.
Baca juga: Krisis Ukraina: Rencana Evakuasi di Mariupol
Terlebih saat ini kondisi perekonomian negaranya tengah berada diambang kebangrutan, dimana saat ini total utang luar negeri Sri Lanka telah mencapai lebih dari 25 miliar dolar AS. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya berbagai harga impor komoditi energi dan pangan dunia.
Bahkan adanya kenaikan harga di pasar global imbas konflik Rusia dan Ukraina, telah membuat pemerintah Sri Lanka terpaksa mengurangi stok kebutuhan makanan, gas, bahan bakar, obat – obatan untuk masyarakatnya.
Keprihatinan inilah yang kemudian mendorong Bank Dunia untuk memberikan suntikan dana demi melonggarakan perekonomian Sri Lanka. Selain Bank Dunia, belakangan India diketahui juga turut mengungkapkan rencananya yang ingin membantu Sri Lanka dengan memberikan kredit sebesar 1,5 miliar dolar AS, untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar warga Sri Lanka.
Kehancuran ekonomi Sri Lanka bahkan telah mengundang China untuk turut menjanjikan bantuan darurat sebesar 31 juta dolar AS, yang rencananya akan dialokasikan untuk membeli 5.000 ton beras, obat-obatan serta bahan mentah lainnya.
Tak sampai disitu pemerintah China juga disebut tengah mempertimbangkan adanya bantuan tambahan sebesar 2,5 miliar dolar AS melalui jalur kredit, yang nantinya digunakan Sri Lanka untuk membeli kebutuhan pokok.
Meski bantuan tersebut tak sepenuhnya dapat memulihkan perekonomian Sri Lanka namun dengan suntikan dana ini tentunya dapat meringankan pembelian kebutuhan impor dalam beberapa bulan kedepan.
Sri Lanka Benar-benar Bangkrut oleh Tumpukan Utang, Harga BBM Menggila
Sri Lanka kini benar-benar negeri yang bangkrut karena pemerintahnya salah mengurus ekonomi ditambah tumpukan utang yang makin menggunung.
Terbaru, karena ekonomi morat-marit, harga bahan bakar minyak (BBM) utama di Sri Lanka meroket gila-gilaan. Harga BBM di tangan pengecer naik hingga 35 persen pada Senin (18/4/2022).
Meroketnya harga BBM terjadi seiring dengan langkah pemerintah Sri Lanka yang tengah membuka perundingan bailout penting dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Channel News Asia melaporkan, Sri Lanka berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Hal itu menyebabkan negara tersebut kekurangan bahan bakar, makanan, dan obat-obatan esensial.
Lanka IOC, pengecer bahan bakar yang menyumbang sepertiga dari pasar lokal, mengatakan pihaknya menaikkan harga solar sebesar 75 rupee menjadi 327 rupees per liter.
Sementara bensin dinaikkan sebesar 35 rupee menjadi 367 rupee (US$ 1,20).
Ceylon Petroleum Corporation yang dikelola negara, yang menguasai dua pertiga pasar dan memberlakukan penjatahan bahan bakar minggu lalu, tidak segera menaikkan harganya.
Namun, sebagian besar stasiun pom bensinnya tidak memiliki cadangan bahan bakar.
Baca juga: Sri Lanka Memanas, Seorang Demonstran Terbunuh, Pemerintah Berlakukan Jam Malam
Lanka IOC, unit lokal Indian Oil Corporation, mengatakan depresiasi tajam mata uang lokal memaksanya untuk melakukan revisi terbaru, tiga minggu setelah kenaikan harga 20%.
Sejak awal tahun, harga bensin telah meningkat sebesar 90%. Sementara, solar - yang biasa digunakan untuk transportasi umum - telah naik sebesar 138 persen.
"Devaluasi rupee lebih dari 60% selama satu bulan terakhir memaksa Lanka IOC untuk kembali menaikkan harga jual eceran yang berlaku mulai hari ini," kata perusahaan itu.
Peningkatan itu terjadi ketika menteri keuangan baru Sri Lanka Ali Sabry memimpin delegasi ke Washington mencari dana bailout yang berkisar antara US$ 3 miliar dan US$ 4 miliar dari IMF untuk mengatasi krisis neraca pembayaran dan meningkatkan cadangan yang menipis.
Sebelumnya Reuters memberitakan, Bank Sentral Sri Lanka mengumumkan bahwa negaranya tidak mungkin untuk membayar utang luar negeri.
Saat ini cadangan devisanya kian berkurang yang digunakan untuk mengimpor kebutuhan pokok seperti bahan bakar.
Cadangan devisa Sri Lanka telah merosot lebih dari dua pertiga dalam dua tahun terakhir. Hal itu dipicu oleh pemotongan pajak dan penguncian akibat pandemi COVID-19 yang sangat merugikan ekonominya.
Apalagi, ekonomi Sri Lanka sangat bergantung pada pariwisata.
Aksi protes jalanan terhadap kekurangan bahan bakar, listrik, makanan dan obat-obatan telah berlangsung selama lebih dari sebulan.
"Kita perlu fokus pada impor penting dan tidak perlu khawatir tentang pembayaran utang luar negeri," kata Gubernur Bank Sentral Sri Lanka, P. Nandalal Weerasinghe, kepada wartawan.
Dia menambahkan, "Sudah sampai pada titik bahwa melakukan pembayaran utang itu menantang dan tidak mungkin."