Setelah itu, pemerintah berperan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan Pertamina sehingga tidak ada beban ekstra yang ditanggung badan usaha.
Pemerintah sebenarnya juga mengakui Pertamina sudah terjerembab dalam jurang kerugian dengan menjual BBM dengan harga seperti sekarang. Untuk itu pembayaran kompensasi bisa jadi angin segar bagi keuangan Pertamina.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan harga keekonomian keekonomian BBM dan LPG naik tajam sejalan dengan ICP yang bertengger di atas US$ 100 per barel.
Dengan demikian harga keekonomian Minyak Tanah berubah menjadi Rp 10.198 per liter, Solar menjadi Rp 12.119 per liter, gas LPG Rp 19.579 per kilogram, dan Pertalite Rp 12.665 per liter.
Dengan perubahan tersebut, lanjut Sri Mulyani, arus kas Pertamina sejak awal tahun ini menjadi negatif karena harus menanggung selisih antara harga jual eceran dan harga keekonomian dengan harga ICP di atas US$ 100 per barel.
Apalagi Pertamina harus mengimpor BBM dengan kurs dolar AS sehingga ini menyebabkan kondisi keuangan perusahaan turun.
Asumsi makro dalam APBN 2022 pun berubah seiring peningkatan ICP sehingga pemerintah mengajukan tambahan subsidi energi sebesar Rp74,9 triliun, Rp71,8 triliun di antaranya untuk BBM dan LPG. Untuk kompensasi BBM dan LPG diperkirakan mencapai Rp324,5 triliun.
Ini terdiri atas tambahan kompensasi tahun 2022 sebesar Rp 216,1 triliun yang terdiri dari kompensasi BBM sebesar Rp 194,7 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp 21,4 triliun.
Selain itu, ada juga kurang bayar kompensasi hingga 2021 sebesar Rp 108,4 triliun yang terdiri atas kompensasi untuk BBM sebesar Rp 83,8 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp 24,6 triliun.