TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumsen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyarankan pemerintah untuk mencabut Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit swasta jika ingin melindungi konsumen dari gejolak harga minyak goreng.
“Hal yang paling ideal jika pemerintah ingin melindungi konsumen dari gejolak harga minyak goreng adalah cabut HGU lahan sawit swasta, kemudian atur ulang kepemilikan lahan sawit,” kata Tulus pada Kontan.co.id, Minggu (22/5/2022).
Tulus juga mengatakan pemerintah patutnya mencontoh negara Malaysia yang mampu menguasai 40 persen lahan sawitnya.
Baca juga: Hasil Survei: Masyarakat Kesulitan Dapatkan Minyak Goreng, Harganya Juga Masih Tinggi
Sehingga pemerintah akan lebih mudah mengatur tata niaga kelapa sawit, CPO termasuk juga harga minyak goreng dengan HET dan subsidi.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, kepemilikan lahan sawit oleh pemerintah Indonesia melalui BUMN hanya sekitar 5-6 persen saja.
Sehingga dengan pemilikan lahan yang sedikit, Tulus menilai pemerintah akan kesulitan menekan harga minyak goreng di level HET yaitu Rp 14.000 per liter.
“Dengan kepemilikan lahan 5 % -6 % saja, maka terlalu musykil bagi pemerintah untuk mengintervensi kebijakan di hilir (harga minyak goreng), beranikah pemerintah melakukan ini?” tutur Tulus.
Seperti yang diketahui permasalahan minyak goreng sudah terjadi sejak akhir tahun 2021 lalu. Dan berbagai kebijakan telah diterapkan untuk menangani masalah ketersediaan dan stabilisasi harga minyak goreng.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Hari Ini 22 Mei 2022 di Alfamart dan Indomaret: SunCo, Bimoli, Tropical, Sovia
Belakangan ini pemerintah mengumumkan akan kembali menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang merupakan tindak lanjut dari pembukaan kembali ekspor CPO.
Mengenai hal tersebut Tulus menilai kebijakan cukup bagus asal pemerintah dapat mendistribusikan minyak goreng ke masyarakat dan jangan ada lagi permainan dengan korupsi.
“Bagus, asal benar benar terdistribusi dan sampai di masyarakat serta jangan sampai ada lagi permainan dengan korupsi,” ujarnya.
Sumber: Kontan