TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah mengancam perusahaan rintisan atau stratup di Asia, dan tak terkecuali Indonesia.
Dikutip dari Tech In Asia, Senin (13/6/2022), ada lonjakan pemutusan hubungan kerja di perusahaan rintisan teknologi Asia pada bulan Mei.
Melonjaknya gelombang PHK tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya pendanaan untuk perusahaan startup.
Baca juga: Startup Mulai Lakukan PHK, Kementerian Koperasi UKM Diminta Serap Melalui Program Wirausaha Baru
Kekurangan dana ini telah menyebabkan lebih dari 111.000 slip merah muda dari startup teknologi Asia.
"Pendanaan di wilayah tersebut turun 7 % pada kuartal pertama 2022 menjadi US$ 36,3 miliar dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu, menurut laporan Crunchbase," bunyi laporan Tech In Asia.
Startup teknologi Asia Tenggara semakin memangkas pekerjaan di bulan Mei. Sebagian besar terjadi di perusahaan-perusahaan Indonesia, yang mengalami perampingan karena kondisi ekonomi global.
Pemotongan terbesar terjadi di perusahaan edtech Zenius, perusahaan fintech LinkAja, dan cabang JD.com di Indonesia, yang dilaporkan masing-masing melepaskan 200 karyawan.
Baca juga: Startup Beres.id Hentikan Operasional Mulai 30 Juni, Pesangon Karyawan Tetep Dibayarkan
Jumlah PHK yang diungkapkan di Asia Tenggara bulan lalu bahkan lebih tinggi dari China, di mana para pemain teknologi telah mengurangi jumlah karyawan mereka sejak Juli 2021 karena tindakan keras regulasi.
"Semakin banyak perusahaan rintisan di India telah menunjukkan pintu kepada karyawan juga. Game online dan esports unicorn MPL baru-baru ini memecat sekitar 10 % stafnya, diikuti oleh pemain edtech Uday dan FrontRow. Perusahaan perdagangan sosial Yaari juga baru-baru ini memberhentikan hampir 150 karyawan," tulis laporan Tech In Asia.